RADARCIREBON.TV – Cirebon punya tokoh patriotik dalam melawan agresi Belanda. Bahkan perjuangannya berhasil menggelorakan perlawanan besar – besaran sampai membuat Belanda kerepotan.
Dia adalah Ki Bagus Rangin seorang tokoh perlawanan rakyat di wilayah Jawa Barat, khususnya Cirebon dan sekitarnya, terhadap penjajahan Belanda pada awal abad ke-19. Ia dikenal sebagai seorang pemimpin kharismatik yang gigih memperjuangkan kemerdekaan rakyat dari penindasan kolonial.
Beberapa pihak meyakini Ki Bagus Rangin diyakini berasal dari keturunan bangsawan Keraton Cirebon, namun kemudian terbuang atau tersingkir dari kekuasaan istana karena berbagai sebab, termasuk konflik internal dan intervensi Belanda dalam politik keraton.
Baca Juga:Bung Tomo dan Kisah Spartan Indonesia, Kisah Pertempuran Surabaya 10 November 1945Tak Hanya Ono, Maulana Yusuf PKB Juga Kritik KDM Soal Hibah Pesantren
Ki Bagus Rangin bahkan memimpin gerakan perang besar yang dikenal sebagai perang Kedongdong.
Asal-usul Ki Bagus Rangin
Menurut tradisi lisan dan sebagian catatan sejarah lokal, Ki Bagus Rangin adalah keturunan bangsawan atau pejabat keraton Cirebon yang kecewa terhadap sikap elite istana yang berkompromi dengan Belanda.
Ia memilih meninggalkan keraton dan membaur dengan rakyat jelata, terutama di daerah pedalaman Cirebon dan wilayah selatan (Majalengka, Kuningan)
Alasan Terbuang
Banyak bangsawan atau tokoh keraton yang menentang dominasi VOC dan kemudian pemerintah Hindia Belanda mengalami pemecatan, pengasingan, atau memilih “mengundurkan diri” secara terhormat.
Pendahulu Ki Bagus Rangin mungkin termasuk salah satu dari mereka yang bertransformasi dari elit menjadi pemimpin rakyat karena kecewa terhadap kolaborasi keraton dengan penjajah.
Transformasi Menjadi Pemimpin Rakyat
Setelah keluar dari lingkaran istana, ia dikenal sebagai guru agama (kyai) dan menjadi tokoh kharismatik di kalangan rakyat.
Ia kemudian mengorganisasi perlawanan rakyat (1808–1818) sebagai bentuk penolakan terhadap sistem kolonial, pajak berat, dan penghinaan terhadap nilai-nilai lokal dan Islam yang kemudian dikenal sebagai Perang Kedongdong, sebuah perang perlawanan kepada penjajah yang levelnya sudah perang Nasional.
Nilai Historis
Baca Juga:Daripada Nyenggol Jakarta, Mang Ono Minta KDM Fokus Urus Jawa Barat SajaOno Surono Bongkar Sederet Kontroversi KDM: Soal Bankeu, Bansos, Hingga Barak Militer
Kisah Ki Bagus Rangin mencerminkan transisi sosial-politik bangsawan menjadi pejuang rakyat, sebuah fenomena penting dalam sejarah Jawa Barat.
Ia menjadi jembatan antara elite keraton dan kekuatan rakyat, serta simbol perlawanan dari dalam sistem feodal itu sendiri.
Latar Belakang
Pada masa itu, Belanda mulai memperluas kontrol atas wilayah pedalaman Jawa Barat setelah runtuhnya Kesultanan Cirebon, dan menerapkan sistem pajak serta kerja paksa yang menyengsarakan rakyat
Perlawanan Terhadap Belanda
Sekitar tahun 1808–1818, Ki Bagus Rangin memimpin perlawanan rakyat terhadap kebijakan kolonial Belanda, terutama yang menyangkut pajak tanah dan penindasan petani.
Ia menggalang kekuatan dari desa-desa dan membentuk laskar rakyat bersenjataa tradisional.
Gerakannya menyebar luas ke wilayah Cirebon, Majalengka, Indramayu, Kuningan, hingga ke daerah pegunungan Galunggung.
Ciri Khas Perjuangan
Perlawanan Ki Bagus Rangin bersifat rakyat semesta—melibatkan petani, santri, dan masyarakat adat.
Ia tidak hanya melawan secara fisik, tapi juga menggelorakan semangat spiritual dan keadilan sosial, sehingga didukung oleh berbagai lapisan masyarakat.
Akhir Perjuangan
Karena kekuatan militer Belanda yang lebih modern dan besar, pasukan Ki Bagus Rangin perlahan terdesak.
Pada tahun 1818, perlawanan besar terakhir berhasil dipadamkan oleh Belanda. Ki Bagus Rangin gugur atau ditangkap (sumber sejarah berbeda-beda).
Namun semangatnya tetap hidup dalam ingatan rakyat sebagai pahlawan lokal.
Warisan dan Pengaruh
Ia dihormati sebagai simbol perlawanan lokal terhadap ketidakadilan kolonial.
Beberapa tempat di Majalengka dan Cirebon mengenang namanya, seperti nama jalan dan sekolah. Namanya sering disebut dalam kajian sejarah lokal dan perjuangan rakyat Jawa Barat.
Perang berlangsung dari sekitar tahun 1808 hingga 1812.
Wilayah yang terlibat dalam perlawanan meliputi Majalengka, Cirebon, Indramayu, Kuningan, Sumedang, hingga Subang.
Taktik yang digunakan adalah perang gerilya, menyergap pasukan Belanda dari hutan, lembah, dan gunung.
Dukungan Rakyat
Ki Bagus Rangin mendapat dukungan dari petani, santri, ulama, dan bekas prajurit keraton.
Ia juga menjalin aliansi dengan tokoh-tokoh lokal lainnya untuk memperluas gerakan perlawanan.
Akhir Perang
Pada 27 Juni 1812, Ki Bagus Rangin ditangkap oleh Belanda di Panongan, Jatitujuh.
Ia dihukum mati pada 12 Juli 1812 di Karangsambung, tepian Sungai Cimanuk, Cirebon.
Meskipun perlawanan dipadamkan, semangatnya tetap dikenang sebagai awal perlawanan rakyat terhadap kolonialisme di Jawa Barat.
“Aku Bagus Rangin, tidaklah berdiri sendiri. Tujuh puluh ribu pasukan dibelakangku. Kaum santri, sura tani dan para abdi keraton yang setia kepada negeri yang kemerdekaannya telah dirampas. Di sini, di Kedogdong, biarlah tumpah ruahnya merah darah bakti kami demi daulat negeri. Sekien isun wani, mbesuk wani, lan kapan bae wani.”
Disclaimer
Artikel ini disusun berdasarkan sumber sejarah yang tersedia, termasuk catatan lisan dan referensi lokal. Beberapa informasi mungkin mengandung interpretasi berbeda karena keterbatasan data tertulis. Tujuannya adalah untuk edukasi dan pelestarian sejarah daerah. Koreksi yang membangun sangat kami hargai