RADAR CIREBON.TV – Tak hanya Ono Surono, Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat, Maulana Yusuf Erwinsyah, yang berasal dari Fraksi PKB, melontarkan kritik terhadap kebijakan Gubernur Dedi Mulyadi dalam alokasi anggaran APBD Jawa Barat 2025.
Kritik tersebut ditujukan pada sejumlah anggaran besar yang dialokasikan untuk pengembangan kawasan budaya Lembur Pakuan, yang juga merupakan kediaman pribadi Gubernur Dedi Mulyadi di Subang.
Maulana Yusuf menyoroti pengalokasian dana sebesar Rp 27,3 miliar yang digunakan untuk proyek budaya di Lembur Pakuan, seperti penataan kawasan wisata, pentas seni, serta aktivasi budaya lainnya. Maulana mempertanyakan apakah anggaran sebesar itu lebih penting daripada pemerataan pembangunan budaya di seluruh wilayah Jawa Barat.
Baca Juga:Daripada Nyenggol Jakarta, Mang Ono Minta KDM Fokus Urus Jawa Barat SajaOno Surono Bongkar Sederet Kontroversi KDM: Soal Bankeu, Bansos, Hingga Barak Militer
Ia merasa khawatir bahwa alokasi dana besar ini hanya menguntungkan satu daerah, sementara banyak wilayah lain di Jawa Barat yang membutuhkan perhatian serupa untuk pengembangan budaya mereka.
Sebagai respons, Herman Suryatman, Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat, menanggapi kritik ini dengan membantah bahwa seluruh anggaran yang diajukan untuk pengembangan Lembur Pakuan hanya ditujukan pada lokasi tersebut.
Herman menyatakan bahwa anggaran ini merupakan bagian dari upaya efisiensi dan realokasi anggaran yang dilakukan secara transparan dan akuntabel, dengan banyak kegiatan yang tersebar di berbagai wilayah di Jawa Barat, termasuk program-program budaya dan pariwisata lainnya.
Belakangan, Pemerintah Provinsi Jawa Barat memastikan menghapus anggaran lembur Pakuan dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Perubahan Ketiga Nomor 12 Tahun 2025. Langkah ini diapresiasi oleh Anggota DPRD Jabar dari Fraksi PKB, Maulana Yusuf Erwinsyah, yang selama ini vokal mengkritik efektivitas penggunaan anggaran daerah.
Selain itu, Maulana Yusuf juga menyoroti kebijakan lain dalam APBD 2025 terkait dengan penghapusan dana hibah untuk pesantren dan lembaga keagamaan. Ia mengkritik langkah tersebut, karena dapat berdampak negatif terhadap pesantren-pesantren kecil yang bergantung pada dukungan pemerintah.
Maulana menganggap kebijakan ini sebagai langkah yang tidak berpihak kepada kepentingan umat dan pendidikan Islam, serta menyebutnya sebagai bentuk boikot terhadap gerakan keagamaan dan politik santri.
Dalam pandangan Maulana, meskipun Gubernur Dedi Mulyadi beralasan bahwa langkah ini diambil untuk efisiensi anggaran, ia tetap menilai bahwa kebijakan tersebut berisiko merugikan banyak pihak, terutama pesantren yang selama ini menjadi pilar penting dalam pendidikan agama di Jawa Barat. Maulana menyarankan agar kebijakan anggaran lebih memperhatikan keberlanjutan program-program yang telah lama berjalan dan memberikan dampak langsung kepada masyarakat.
Baca Juga:Paus Leo XIV: Jejak Langkah Robert Prevost , Sang Paus Dari BaratPunya Koin Rp 1.000 Kelapa SawitJangan Asal Jual, Kenali Tempat Jual-Beli Terpercaya, Auto Cuan Besar
Maulana Yusuf berkomitmen untuk terus mengawal kebijakan APBD tersebut dan memastikan bahwa setiap alokasi anggaran dapat memberikan manfaat yang merata dan tepat sasaran kepada masyarakat Jawa Barat, tanpa mengabaikan sektor-sektor yang penting seperti pendidikan agama dan kebudayaan.