RADARCIREBON.TV – Kekaisaran Romawi Barat, yang selama ratusan tahun menjadi simbol kekuasaan, hukum, dan peradaban, tidak runtuh karena satu serangan. Ia roboh secara perlahan—terkikis oleh krisis politik, ekonomi, dan militer yang mengguncangnya dari dalam dan dari luar.
Namun titik klimaksnya terjadi pada tahun 476 M, saat seorang pemuda bernama Romulus Augustulus dipaksa turun takhta oleh seorang jenderal barbar bernama Odoacer. Peristiwa ini menandai akhir resmi Kekaisaran Romawi Barat, dan menjadi salah satu momen paling penting dalam sejarah dunia.
Kekaisaran yang Renta
Pada abad ke-5 Masehi, Kekaisaran Romawi telah terbagi menjadi dua:
Romawi Timur (beribu kota di Konstantinopel, kini Istanbul) masih relatif stabil.
Baca Juga:Dari Anak Lorong ke Raja Lapangan: Kisah Lamine Yamal, Bintang yang Dulu Menatap LangitKisah Juan Román Riquelme: Diam yang Berbicara, Seniman Sepak Bola dari Buenos Aires
Romawi Barat (beribu kota di Ravenna, sebelumnya Roma) berada dalam kondisi rapuh.
Beberapa penyebab kelemahannya:
Serangan bertubi-tubi dari bangsa barbar: Visigoth (yang menjarah Roma pada 410 M), Vandal (yang menjarah lagi pada 455 M), Hun, Ostrogoth, dll. Ekonomi runtuh: Inflasi tinggi, tanah subur rusak, pajak memberatkan rakyat. Ketergantungan pada tentara bayaran: Banyak pasukan berasal dari bangsa Jermanik yang loyalitasnya rendah.
Politik dalam negeri kacau: Kaisar sering diganti paksa, pengaruh militer terlalu dominan.
Tahun-Tahun Terakhir
1. Romulus Augustulus: Kaisar Anak-Anak
Pada tahun 475 M, seorang jenderal Romawi bernama Orestes menggulingkan Kaisar Julius Nepos (yang didukung oleh Romawi Timur) dan mengangkat anaknya yang masih remaja sebagai kaisar: Romulus Augustulus. Ia hanyalah boneka politik, tidak diakui oleh Kekaisaran Romawi Timur.
Romulus Augustulus bukan pewaris sah, dan kekuasaannya sangat lemah. Ia bahkan tidak pernah benar-benar menguasai Roma—karena ibu kota kekaisaran saat itu telah pindah ke Ravenna, kota yang lebih mudah dipertahankan.
2. Odoacer dan Pemberontakan Foederati
Pasukan Romawi Barat saat itu sebagian besar terdiri dari foederati, yaitu tentara barbar yang diberi kontrak oleh pemerintah untuk melindungi wilayah. Mereka menuntut tanah di Italia sebagai gaji mereka.
Namun Orestes menolak, khawatir akan kehilangan kendali atas Italia.
Inilah yang memicu pemberontakan besar. Pasukan foederati yang kecewa, dipimpin oleh Odoacer—seorang prajurit Ostrogoth yang telah lama bertugas di bawah Romawi—mengangkat senjata.
Baca Juga:Kisah Mike Tyson : Dari Jalanan Brooklyn Hingga Juara Dunia yang Tak TerlupakanBuat Video Pendek, Dedi Mulyadi Sampaikan Duka Mendalam atas Tragedi Ledakan di Garut
Pada tahun 476 M, Odoacer memimpin invasi ke Italia. Ia berhasil mengalahkan dan membunuh Orestes di Pavia. Beberapa hari kemudian, ia mengeksekusi adik Orestes, Paulus, di Ravenna.
3. Kejatuhan Romulus Augustulus
Odoacer kemudian masuk ke Ravenna dan memaksa Romulus Augustulus turun takhta. Anak muda itu, karena usianya yang belia dan karena tidak dianggap sebagai ancaman, dibiarkan hidup. Ia diasingkan ke Campania, wilayah selatan Italia, dan diberikan pensiun—menurut sebagian sumber, 6.000 solidus emas.
Dengan tindakan itu, Kekaisaran Romawi Barat resmi berakhir. Yang Jatuh Bukan Roma Saja
Julius Nepos, kaisar sah menurut Konstantinopel, masih hidup di Dalmatia (kini Kroasia) dan terus mengklaim takhta sampai ia dibunuh pada tahun 480 M. Jadi, secara teknis, beberapa kalangan tidak menganggap 476 M sebagai “akhir absolut”.
Romawi Timur tidak menunjuk pengganti kaisar Barat. Sebaliknya, Kaisar Zeno di Konstantinopel mengakui Odoacer sebagai penguasa Italia, bukan sebagai kaisar, tetapi sebagai “Patricius”—gelar administratif Romawi.
Odoacer memerintah Italia secara de facto sebagai raja, meskipun ia mengakui kedaulatan nominal Romawi Timur. Dengan kata lain, Kekaisaran Romawi Barat secara hukum dibubarkan, tapi simbol-simbolnya bertahan selama beberapa dekade.
Warisan dari Kejatuhan
476 M bukan hanya akhir dari satu kekaisaran, tapi akhir dari zaman. Dunia Barat memasuki apa yang disebut sejarawan sebagai “Abad Kegelapan” atau Dark Ages:
Kota-kota menyusut.
Jalur perdagangan terputus.
Ilmu pengetahuan merosot.
Gereja menjadi institusi paling kuat yang tersisa.
Namun, dari reruntuhan Roma, lahirlah benih-benih masa depan: Bahasa Latin berkembang menjadi bahasa-bahasa Eropa. Hukum Romawi memengaruhi sistem hukum modern. Kristen berkembang menjadi kekuatan budaya dan politik utama.
Roma Runtuh, Tapi Tak Pernah Mati
Kekaisaran Romawi Barat jatuh bukan dalam satu malam, tetapi melalui proses panjang, penuh pergeseran kekuasaan dan drama politik. Tahun 476 M hanyalah puncak dari serangkaian krisis besar yang telah berlangsung selama lebih dari satu abad.
Tapi Roma tidak pernah benar-benar mati. Ia hidup dalam bahasa, hukum, arsitektur, dan ide-ide yang terus membentuk dunia kita hingga hari ini.