RADARCIREBON.TV – Pemerintah Indonesia sedang mempertimbangkan langkah besar: mengalihkan sebagian besar impor bahan bakar minyak (BBM) dari Singapura ke Amerika Serikat.
Langkah ini muncul setelah hubungan dagang Indonesia dengan AS sedikit memanas karena tarif ekspor yang dikenakan Washington. Tapi, yang jadi pertanyaan penting bagi banyak orang adalah: “Apakah ini akan bikin harga BBM di SPBU naik atau justru turun?”
Kenapa Pemerintah Mau Impor dari Amerika?
Selama ini, sebagian besar BBM yang kita konsumsi—seperti bensin dan solar—datang dari kilang di Singapura. Tapi dalam beberapa bulan terakhir, Amerika menaikkan tarif bea masuk terhadap produk ekspor dari Indonesia. Sebagai langkah balasan sekaligus negosiasi, pemerintah Indonesia berencana membeli lebih banyak minyak mentah dari Amerika.
Baca Juga:(Bag II) Runtuhnya Kekaisaran Romawi Timur (Bizantium)Catatan Sejarah, Runtuhnya Romawi Kekaisaran Terbesar Dalam Sejarah Dunia (Bag 1)
Bahkan, menurut laporan Reuters, Indonesia berencana menaikkan impor minyak dari AS hingga 10 kali lipat.
Apa Dampaknya untuk Harga BBM?
Nah, ini yang jadi perhatian banyak orang. Apakah pindah sumber impor artinya harga akan berubah?
Jawabannya: bisa iya, bisa tidak. Tapi mari kita uraikan beberapa kemungkinannya:
1. Biaya Kirim Lebih Mahal Karena Jarak
Mengangkut minyak dari AS ke Indonesia lebih jauh dibanding dari Singapura. Ini bisa berarti ongkos kirim lebih mahal, yang bisa memengaruhi harga jual BBM di dalam negeri.
2. Tapi… Harga Minyak Mentah AS Mirip -mirip, Bahkan Bisa Lebih Murah
Harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) dari AS sering kali lebih murah dibanding Brent atau Dubai crude yang biasa digunakan di Asia. Jika Indonesia pintar bernegosiasi, bisa saja total biaya impor justru lebih hemat.
3. Nilai Rupiah Jadi Penentu
Karena transaksi dilakukan dalam dolar AS, nilai tukar rupiah sangat berpengaruh. Jika rupiah melemah, harga BBM bisa ikut terdampak, walau harga minyaknya tetap.
Apakah Kita Akan Merasakan Perubahan Langsung?
Baca Juga:Dari Anak Lorong ke Raja Lapangan: Kisah Lamine Yamal, Bintang yang Dulu Menatap LangitKisah Juan Román Riquelme: Diam yang Berbicara, Seniman Sepak Bola dari Buenos Aires
Kemungkinan besar, tidak dalam waktu dekat. Pemerintah masih menstabilkan harga BBM lewat subsidi dan skema Pertalite atau Pertamax. Tapi kalau impor dari Amerika ini berjalan terus dan dalam jumlah besar, efeknya bisa terasa dalam jangka menengah:
Kalau harga jadi lebih murah: Pemerintah bisa mengurangi beban subsidi, dan mungkin harga di SPBU tetap stabil.
Kalau biaya total naik: Bisa jadi harga BBM disesuaikan, atau subsidi ditambah—semuanya tergantung kondisi APBN.
Apa Artinya Buat Dompet Kita?
Buat kamu yang setiap hari pakai motor atau mobil, ini bisa jadi kabar penting. Jika strategi ini sukses dan harga BBM stabil atau turun, tentu anggaran harian lebih ringan. Tapi jika gagal dan membuat biaya lebih besar, bisa-bisa harga BBM naik lagi.
Makanya, kebijakan ini perlu dikawal, dan masyarakat berhak tahu kenapa dan bagaimana kebijakan ini diambil.
Pemerintah sedang berjudi strategi—pindah pemasok minyak ke AS untuk tekan tarif dagang dan cari harga terbaik. Tapi bagi kita rakyat biasa, yang paling penting adalah satu: jangan sampai harga BBM bikin dompet jebol.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia punya jawaban terkait kebijakan tersebut hal ini ia katakan karena alasan kapal Singapura berukuran kecil”
Ya karena kapalnya kecil-kecil.”ujar Bahlil
Singapura, meski tetangga dekat, punya satu kelemahan fatal dalam urusan BBM: kapal pengangkutnya mungil. Sementara Indonesia, sebagai bangsa besar ingin sekali angkut minyak dalam satu tarikan saja.
Maka dermaga dibangun, kapal besar dipersiapkan, dan BBM pun akan mulai datang dari negara yang lebih jauh tapi lebih efisien secara logistik. Timur Tengah? Masuk. Amerika Serikat? Sudah ada perjanjian. Singapura? Pelan-pelan pamit.
Bahlil menyebut harga BBM dari Singapura dan Timur Tengah itu mirip-mirip. Tapi bedanya, dalam hal strategi geopolitik dan geoekonomi, Timur Tengah dan AS memberi kita rasa gengsi yang lebih premium.
Ini bukan soal minyak semata. Ini soal posisi tawar. Kalau harga sama, mengapa tak sekalian membangun jembatan diplomatik yang lebih lebar dan tahan guncangan?
Menurut Bahlil, tak ada kontrak waktu dalam urusan impor BBM. Selama stok ada, asal harga cocok, transaksi bisa terjadi. Ini seperti jual-beli di pasar tradisional, tapi berskala triliunan rupiah.
Pengurangan BBM dari Singapura saat ini sekitar 54–59 persen. Target berikutnya? Bisa saja nol persen.