RADARCIREBON.TV – Pernyataan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, dalam Musrenbang Wilayah Ciayumajakuning di Cirebon beberapa waktu lalu, memicu reaksi keras dari Fraksi PDIP DPRD Jawa Barat hingga berujung pada aksi walkout dalam sidang paripurna.
Dedi secara eksplisit menyampaikan kritik tajam terhadap mekanisme kerja DPRD, yang menurutnya menjadi penghambat tindakan cepat dalam penanganan masalah pembangunan dan penertiban.
Dalam kesempatan tersebut, Dedi menyoroti soal pembongkaran bangunan liar di pinggir sungai. Ia mengungkapkan pandangannya bahwa jika proses pembongkaran harus melalui diskusi dan persetujuan DPRD, maka tindakan itu tidak akan pernah terealisasi.
Baca Juga:Fraksi PDIP Walkout dari Rapat Paripurna DPRD Jabar, Protes Pernyataan Gubernur Dedi MulyadiHarga BBM dan Impor dari Amerika: Apa Artinya Buat Dompet Kita?
“Bayangkan kalau saya bongkar bangunan di pinggir sungai, kebayang kalau saya diskusi dulu sama DPRD, tidak akan pernah terbongkar karena DPRD ada konstituennya di situ. Ada Partai A, Partai B, Partai C. Diskuisinya akan berhari-hari, aspirasi berkembang, bangunan tidak dibongkar, ribut tidak akan berhenti,” kata Dedi saat menghadiri kegiatan musrenbang di Gedung Negara, Kota Cirebon pada 7 Mei 2025..
Pernyataan ini memberikan gambaran bagi Fraksi PDI Perjuangan bahwa Dedi memandang DPRD sebagai lembaga yang sering memperpanjang proses pengambilan keputusan karena adanya beragam kepentingan politik di dalamnya.
Lebih jauh, Dedi membandingkan fungsi DPRD dan mekanisme demokrasi dengan model pemerintahan di masa lalu yang menurutnya lebih efektif.
“Para raja dulu tidak menyusun APBD. VOC itu dulu membangun gedung negara di Cirebon tanpa ada persetujuan DPR, dan hasilnya bagus. Yang pakai persetujuan , bangun SD saja ambruk,” ungkapnya.
Dedi kemudian memperluas pembahasannya tentang makna kolaborasi dalam penyelenggaraan pemerintahan. Menurutnya, kolaborasi tidak semata-mata harus berupa pertemuan resmi atau rapat pleno.
“Kenapa itu terjadi? Karena kolaborasi hanya dimaknai sebagai duduk bersama dan merumuskan. Bukan dengan rasa dan cinta,” jelas Dedi.
Ia menegaskan bahwa kolaborasi sejati harus diwujudkan melalui tindakan nyata, terutama dalam situasi darurat yang membutuhkan respons cepat untuk kemanusiaan, keadilan, dan kesejahteraan rakyat.
Baca Juga:(Bag II) Runtuhnya Kekaisaran Romawi Timur (Bizantium)Catatan Sejarah, Runtuhnya Romawi Kekaisaran Terbesar Dalam Sejarah Dunia (Bag 1)
“Kolaborasi adalah ketika ada tindakan darurat untuk kemanusiaan, untuk keadilan, untuk rakyat. Maka semua harus berkolaborasi minimal mendoakan, atau minimal diam. Kalau mau bicara silahkan mau bicara sepuas hati Anda,” tambahnya.
Lebih jauh, Dedi juga menyinggung soal kritik yang diterimanya selama ini.
“Pemerintah perlu otokritik. Saya dikritik tidak pernah habis-habis. Tapi kita jangan kehilangan keberanian untuk bertindak,” tuturnya.