RADARCIREBON .TV – Di bawah langit malam Bangkok yang tampak tenang namun penuh agenda, Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto mendarat dengan presisi militer di Don Mueang Royal Thai Air Force Base, Sabtu, 17 Mei 2025, pukul 22.00 waktu setempat.
Tak ada fanfare berlebihan, hanya satu pesan: Indonesia datang bukan untuk basa-basi.
Presiden disambut Wakil Perdana Menteri Thailand merangkap Menteri Keuangan Pichai Chunhavajira, Menteri Perdagangan Pichai Naripthaphan—ya, dua Pichai sekaligus—serta pejabat lain yang tampaknya tahu bahwa momen ini bukan sekadar penyambutan, tapi pertarungan elegan antar diplomasi Asia Tenggara.
Baca Juga:OJK Dorong Penguatan Pembiayaan Ekosistem Industri Tekstil dan Produk Tekstil NasionalDuo Covid Tinggalkan Persib: Era Baru Tanpa Ciro Alves dan David da Silva
Dari pihak RI, Duta Besar Rachmat Budiman dan Atase Pertahanan Kolonel Cke. Faisal Rahmat Hutagalung hadir dengan sikap siaga—karena siapa tahu, diskusi bisa berubah menjadi debat harga beras atau jet tempur.
Pasukan jajar kehormatan berdiri gagah, mengantar Presiden Prabowo menuju kendaraan resmi—langkah yang tak hanya simbolik, tapi juga menandai dimulainya misi: memperkuat relasi, membongkar hambatan, dan mungkin, menuntaskan jet lag dengan protokol VVIP.
Presiden dijadwalkan bertemu Raja Thailand Maha Vajiralongkorn—dalam audiensi yang bisa saja membahas geopolitik Asia atau rahasia awet muda para bangsawan. Esoknya, pertemuan bilateral dengan PM Paetongtarn Shinawatra digelar. Topiknya jelas: masa depan. Tapi apakah masa depan itu melibatkan ekspor durian atau drone pertahanan, belum pasti.
Menteri Luar Negeri Sugiono dan Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya turut serta. Mereka tidak hanya membawa map berisi dokumen, tapi juga membawa ekspektasi 270 juta rakyat—dan mungkin satu dua flashdisk darurat.
Kunjungan ini lebih dari sekadar seremoni. Ini panggung geopolitik. Ini satire diplomatik dalam bentuk paling formal. Dan dari Cikeas hingga Chao Phraya, dunia mengamati… dengan serius, dan sedikit rasa penasaran.