Soal Longsor Gunung Kuda: KDM Ucapkan Belasungkawa, Perintahkan Dinas ESDM Tutup Permanen

Longsor Gunung Kuda
Sejumlah petugas dibantu masyarakat sekitar berupaya melakukan proses evakuasi korban longsor Gunung Kuda.
0 Komentar

RADARCIREBON. TV – Tragedi kembali terjadi di kawasan tambang batu kapur Gunung Kuda, Desa Cipanas, Kecamatan Dukupuntang, Kabupaten Cirebon. Sebuah longsor besar terjadi pada Jumat pagi, 30 Mei 2025, sekitar pukul 10.20 WIB, menimbun belasan pekerja dan kendaraan berat yang tengah beroperasi

Informasi mengenai peristiwa ini langsung sampai ke telinga Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang langsung mengeluarkan pernyataan tegas dari Bandung.

“Sebelum saya menjabat gubernur, saya sudah pernah turun ke Gunung Kuda dan melihat langsung aktivitas tambangnya. Saya katakan saat itu: ini bahaya,” ujar Dedi, seperti dikutip dari siaran pers resmi Pemprov Jabar.

Baca Juga:Longsor Gunung Kuda Cirebon, Banyak Korban TertimbunAhmad Luthfi: Kunjungan Macron ke Jateng Bukan Sekadar Diplomasi, Ini Momentum Emas Pariwisata Borobudur!

Gubernur Dedi Mulyadi pun langsung memerintahkan Kepala Dinas ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral) Jawa Barat untuk menutup tambang tersebut secara permanen, menyusul tragedi yang menewaskan para pekerja tersebut.

“Saya tidak ingin satu nyawa pun kembali melayang hanya karena kita lalai. Saya minta tambang itu ditutup, dan seluruh aktivitasnya dihentikan selamanya,” tegas Dedi.

Evaluasi Tambang di Jawa Barat

Selain penutupan tambang di Gunung Kuda, Gubernur Dedi juga menyampaikan bahwa seluruh izin tambang di wilayah Jawa Barat akan dievaluasi kembali, terutama yang berada di kawasan rawan bencana dan dekat dengan pemukiman.

“Ini momentum untuk kita semua, baik pemerintah maupun pengusaha, agar menjadikan keselamatan manusia dan kelestarian lingkungan sebagai prioritas utama,” ujarnya.

Suara Masyarakat: “Jangan Cuma Datang Saat Bencana”

Beberapa warga dan aktivis yang hadir di lokasi berharap agar peristiwa ini tidak hanya menjadi tontonan sesaat, tetapi menjadi awal bagi perubahan kebijakan.

“Sudah cukup nyawa yang melayang. Kami minta bukan hanya tambang Gunung Kuda yang ditutup, tapi semua tambang liar dan tak layak juga harus ditertibkan,” ujar Rian Jaelani, aktivis lingkungan Cirebon.

Penutup: Duka dan Harapan

Hingga berita ini diturunkan, proses pencarian korban masih terus dilakukan. Di antara batu dan debu tambang, isak tangis keluarga korban masih terdengar. Para ibu dan anak menunggu dengan cemas di tenda-tenda darurat, berharap ada keajaiban.

Baca Juga:Dedi Mulyadi Meledak di Subang: “Ini Forum Saya, Bukan Forum Persikas!”Kejari Kabupaten Cirebon Tetapkan 7 Tersangka Dugaan Korupsi Proyek Jalan Lingkungan dan Drainase

Gunung Kuda telah runtuh. Tapi lebih dari itu, peristiwa ini telah menggugurkan harapan, dan membuka luka yang dalam di tengah masyarakat.

Kini, publik menanti: akankah janji penutupan tambang hanya menjadi seremonial, atau benar-benar menjadi titik balik bagi keselamatan warga dan lingkungan di Cirebon dan Jawa Barat?

Gubernur Dedi Mulyadi menekankan pentingnya keselamatan kerja dan kepatuhan terhadap standar operasional dalam aktivitas penambangan. Ia berharap peristiwa ini menjadi pelajaran bagi semua pihak untuk lebih memperhatikan aspek keselamatan dan lingkungan dalam industri pertambangan.

Gunung itu bukan hanya tumpukan batu dan tanah. Ia adalah saksi kehidupan.

Tapi ketika ia roboh, bukan hanya tubuh yang tertimbun—tapi nurani kita juga ikut runtuh. Kabar duka dari Cirebon. Gunung Kuda kembali longsor. Nyawa kembali melayang.

Anak-anak kehilangan ayahnya, istri kehilangan suami, tapi yang lebih menyakitkan, rakyat kehilangan perlindungan dari negaranya.

Gunung yang seharusnya dilestarikan, justru dilukai setiap hari. Dikeruk, dicabik, diperas demi keuntungan sesaat. Dan ketika ia tak sanggup lagi menahan luka, ia runtuh.Bukan karena marah—tapi karena lelah.

Tanya pada diri sendiri: Apakah tambang itu milik rakyat? Atau hanya mengatasnamakan rakyat, tapi untungnya untuk segelintir? Apakah keselamatan pekerja tambang pernah benar-benar dihitung, atau sekadar angka statistik di meja pejabat?

Kita terlalu sering merayakan pembangunan, tapi lupa menghitung nyawa yang tumbang diam-diam. Tinjau ulang semua izin tambang di wilayah rawan. Datang ke lokasi, bicara dengan warga, dan jangan hanya percaya pada laporan di atas meja.

Negara tak boleh kalah oleh alat berat. Dan pejabat tak boleh tuli oleh suara rakyat kecil.

Gunung boleh runtuh, tapi jangan sampai hati dan akal sehat kita ikut longsor. Mari jaga alam, sebelum alam kembali bicara dengan cara yang paling tragis.

0 Komentar