Longsor Gunung Kuda Jadi Atensi Pemerintah Pusat, Kementrian ESDM Terjunkan Inspektur Tambang

Evakuasi Korban Gunung Kuda
Sejumlah petugas melakukan evakuasi terhadap korban longsor Gunung Kuda. Foto: BPBD/radarcirebon.tv
0 Komentar

RADARCIREBON.TV – CIREBON — Musibah longsor mematikan yang terjadi di area tambang batu alam di Gunung Kuda, Desa Cipanas, Kecamatan Dukupuntang, Kabupaten Cirebon, Jumat (30/5) pukul 10.00 WIB, mendapat perhatian serius dari pemerintah pusat.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) langsung mengirimkan tim Inspektur Tambang untuk melakukan investigasi menyeluruh di lokasi kejadian.

Langkah cepat ini menjadi bagian dari penegakan kaidah pertambangan yang baik (Good Mining Practice), sekaligus respons atas jatuhnya korban jiwa dalam insiden tersebut.

Baca Juga:Tragedi Longsor Gunung Kuda Tewaskan 17 Orang: Polda Jabar Selidiki Dugaan Kelalaian SOPKorban Tewas Longsor Gunung Kuda Jadi 17 Orang, Ini Daftar Korban Terbaru Longsor Gunung Kuda

“Kami menyampaikan duka mendalam atas peristiwa ini. Tim Inspektur Tambang telah kami terjunkan ke lapangan untuk melakukan investigasi teknis dan memastikan penyebab kejadian secara objektif dan menyeluruh,” ujar Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Kementerian ESDM, Tri Winarno, dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (31/5).

Menurut Tri, tim Inspektur Tambang akan bekerja sama dengan tim tanggap darurat lokal, termasuk BPBD, TNI-Polri, dan relawan, guna mengidentifikasi potensi bahaya lanjutan serta menelusuri kemungkinan pelanggaran teknis dalam kegiatan operasional tambang.

Langkah awal yang dilakukan adalah pemetaan lokasi longsor menggunakan teknologi drone untuk mengukur skala kerusakan dan kontur medan. Selanjutnya, tim akan menganalisis sejumlah aspek: kondisi geoteknik lereng, metode penambangan yang digunakan, serta sistem keselamatan kerja di lokasi.

“Hasil dari investigasi ini akan menjadi dasar penyusunan rekomendasi tindakan korektif dan preventif. Jika ditemukan kelalaian, tentu akan ada penindakan,” tegasnya.

Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM, Muhammad Wafid, mengungkapkan bahwa berdasarkan Peta Zona Kerentanan Gerakan Tanah, wilayah Kabupaten Cirebon termasuk dalam kategori Kerentanan Tinggi. Artinya, kawasan tersebut rawan terjadi gerakan tanah, terlebih saat musim hujan atau bila lereng terganggu aktivitas manusia.

“Selain karena curah hujan dan kontur lereng yang sangat curam—di atas 45 derajat—kami menemukan bahwa tambang ini menggunakan teknik penambangan under cutting yang berisiko tinggi jika tidak dilakukan sesuai standar keselamatan,” jelas Wafid.

Ia menambahkan, longsor yang terjadi bisa menjadi awal dari potensi gerakan tanah susulan, terutama jika hujan deras kembali mengguyur kawasan tersebut. Oleh karena itu, Badan Geologi merekomendasikan agar warga dan pekerja tambang segera mengungsi ke tempat yang lebih aman.

Baca Juga:Gubernur Sudah ke Lokasi Longsor, Bupati Masih di Manado — Wabup Cirebon Jadi Pejabat Paling SibukDedi Mulyadi: Anak Korban Saya Jamin Pendidikannya,Kehidupan Keluarga yang Ditinggalkan Juga Akan Kita Jamin

“Evakuasi korban dan pencarian harus dilakukan dengan sangat hati-hati. Jangan lakukan di saat hujan deras atau setelahnya. Lereng masih labil dan bisa mengancam nyawa petugas,” imbuhnya.

Lokasi longsor diketahui berada dalam area Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi milik Koperasi Pondok Pesantren Al-Azhariyah. Namun, hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi mengenai kepatuhan operasional tambang tersebut terhadap aturan keselamatan tambang.

Kementerian ESDM menegaskan bahwa setiap aktivitas tambang batuan wajib mematuhi regulasi. Berdasarkan Perpres Nomor 55 Tahun 2022, kewenangan pemberian dan pengawasan IUP batuan ada di tangan pemerintah provinsi, dalam hal ini Gubernur Jawa Barat. Namun, pengawasan teknis tetap berada di bawah Direktorat Jenderal Minerba melalui Inspektur Tambang.

Sementara itu, laporan sementara dari lokasi menyebutkan adanya beberapa korban jiwa dan luka-luka, serta alat berat seperti excavator dan dump truck yang tertimbun longsor. Tim SAR masih melakukan pencarian terhadap sejumlah buruh angkut yang diduga masih tertimbun material longsor.

Insiden ini menjadi pengingat akan pentingnya pengelolaan tambang yang berkelanjutan dan berbasis risiko. Pemerintah daerah dan badan usaha dituntut tidak hanya patuh pada regulasi, tapi juga aktif mengantisipasi risiko geologis yang melekat pada kegiatan ekstraktif di wilayah rawan bencana.

“Investigasi ini bukan sekadar mencari penyebab, tapi juga untuk memastikan tidak ada lagi korban jiwa di masa depan. Aspek teknis, lingkungan, dan keselamatan kerja harus jadi prioritas,” tutup Tri Winarno.

0 Komentar