RADARCIREBON.TV – Jepang sudah duduk manis menatap panggung Piala Dunia 2026 dengan tenang, Indonesia masih harus berlari tanpa alas kaki, menembus semak-semak playoff demi sepotong mimpi yang belum pernah benar-benar jadi nyata.
Selasa, 10 Juni 2025, Stadion Suita menjadi saksi dua kutub yang berbeda: yang satu sudah menyusun koper ke Amerika, satunya lagi masih sibuk menghitung peluang hidup. Tapi sepak bola tidak pernah sekadar soal siapa yang menang lebih dulu. Kadang, yang bertahan paling lama justru menulis kisah yang paling abadi.
Tidak banyak yang berubah dari Jepang sejak 1998: lolos ke Piala Dunia seperti rutinitas pagi. Tim asuhan Hajime Moriyasu menyapu bersih enam pertandingan awal di babak kualifikasi, mencetak 24 gol dan membiarkan gawangnya bersih seperti lantai dojo.
Baca Juga:Portugal Juara Lewat Adu Penalti,Morata Gagal Eksekusi, Ruben Neves Jadi PenentuBabak Pertama Final UEFA Nations League: Spanyol Unggul, Portugal Masih Menyimpan BaraÂ
Mereka bukan hanya menang—mereka menang tanpa suara. Efisien. Seperti kebiasaan mereka dalam membuat teknologi: cepat, rapi, dan tanpa cacat.
Di pertandingan sebelumnya, mereka kalah 0-1 dari Australia. Tapi tidak ada yang panik. Itu hanya eksperimen. Laga melawan Indonesia pun kemungkinan akan jadi ladang ujicoba lagi. Beberapa bintang utama seperti Mitoma dan Tanaka dibiarkan istirahat, memberi ruang untuk generasi baru unjuk gigi.
Sementara itu, Indonesia datang ke Osaka dengan luka di pundak dan semangat di dada. Sejak Patrick Kluivert mengambil alih kendali, Garuda mulai mengepakkan sayapnya sedikit lebih stabil. Kemenangan 1-0 atas China membawa mereka ke putaran keempat — sebuah tahap yang belum pernah dilalui sebelumnya.
Namun ujian belum selesai. Jalan menuju Piala Dunia masih panjang dan penuh jebakan. Di babak selanjutnya, Indonesia akan berhadapan dengan tim-tim bertaring: UEA, Qatar, dan Irak. Sebuah grup yang membuat bernapas pun harus izin dulu.
Tapi sebelum melangkah lebih jauh, ada tembok besar bernama Jepang yang harus dihadapi. Di pertemuan sebelumnya, Garuda dipaksa tunduk 0-4 di kandang sendiri. Kini, tantangannya naik level: bertahan di tanah samurai, melawan skuad yang meski “cadangan”, tetap bermain seperti final.
Di atas kertas, semua tahu hasil akhirnya. Jepang akan memutar bola, Indonesia akan mengejar. Tapi di balik itu semua, ada makna yang lebih dalam. Bagi Jepang, ini hanya laga penutup. Tapi bagi Indonesia, ini adalah latihan mental, gladi resik, dan sekaligus pengingat: kalau ingin setara, harus lebih dari sekadar semangat.
Kemenangan mungkin jauh dari jangkauan, tapi keberanian untuk menantang yang lebih kuat adalah kemenangan itu sendiri.
Perkiraan Starting XI
Baca Juga:Rekrutan Baru Real Madrid, Franco Mastantuono: Zidane Kecil Dari AzulTerlahir Offside, Legenda Italia Filippo Inzaghi:Pemain yang Posisinya Dicari Bola
Jepang: Tani; Machida, Watanabe, Hiroki; Kamada, Kubo, Endo, Fujita; Nakamura, Hirakawa; Machino
Indonesia: Audero; Diks, Idzes, Ridho; Verdonk, Pelupessy, Haye, Sayuri; Kambuaya, Egi MV; Romeny
Selasa nanti bukan hanya tentang skor. Ini tentang siapa yang siap, dan siapa yang belajar. Jepang telah memastikan tempatnya dalam sejarah modern Piala Dunia. Indonesia, mungkin belum. Tapi jika sepak bola adalah soal harapan, maka satu umpan terukur bisa lebih berarti dari seribu statistik.
Garuda memang belum sampai, tapi setidaknya mereka terbang ke arah yang benar.