RADARCIREBON.TV- Tahun 2025 menjadi tahun yang sangat sulit bagi para pencari kerja, karena ada beberapa faktor dan alasan yang menjadi pemicu hal tersebut.
Kementerian Komunikasi dan Digital telah menganalisa beberapa sektor yang membutuhkan talenta.
Salah satunya adalah di bidang pertanian dan peternakan yang membutuhkan intervensi terkait talenta digital.
Baca Juga:Mantap! Bisa Hasilkan Uang Ratusan Ribu Hanya Modal AplikasiJadi Driver Online Bisa Hasilkan Hingga Belasan Juta, Kok Bisa? Ini Caranya, Wajib Tahu
Boni Pudjianto selaku kepala BPSDM Komunikasi dan Digital Kementerian Komunikasi dan Digital mengatakan, kementerian mengidentifikasi beberapa sektor yang membutuhkan pasokan.
Dalam artian, sejumlah sektor masih membutuhkan banyak talenta dan ekosistem digital.
Pada Jumat 20 Juni 2025, Boni mengatakan “yang terkait dengan agriculture Aquaculture. Jadi pertanian, peternakan, perikanan gitu ya. Health, education, logistics, tourism, finance, fintech. Itu area-area yang membutuhkan intervensi. Apalagi sekarang pertanian, itu dibutuhkan” ujarnya melalui kantor Komdigi.
Selain itu, ada juga logistik yang membutuhkan talenta, karena menurut Boni, tidak mungkin pasokannya hanya bersumber lokal saja namun berasal dari beberapa lokasi yang berbeda.
Jika hal tersebut bisa dilakukan, maka akan berdampak besar. Sehingga dalam kesempatan itu, Boni menjelaskan soal gap talenta digital yang menurutnya hal tersebut bisa diisi oleh lembaga pendidikan yang dirasa masih kurang.
Salah satu yang bisa dihasilkan berasal dari vokasi, karena orang dari lembaga pendidikan itu bisa memiliki skill yang bisa diserap oleh industri.
Bahkan Boni mengatakan gap digital ini butuh diisi dan jika tidak, dikhawatirkan nantinya akan dihuni oleh masyarakat dari negara asing.
Baca Juga:Peringatan!! Kanwil DJP Bakal Tegas, Rekening Penunggak Pajak Siap-siap DiblokirHandphone Pengganti iPhone Akan Dirilis, Penasaran?
12 Juta Talenta Digital Dibutuhkan Hingga 2030
Dalam data yang dibagikan oleh Boni, kebutuhan talenta digital terus mengalami peningkatan.
Pada 2030 mendatang, kebutuhan talenta mencapai 12.092.110 orang, naik dari kebutuhannya sudah terpenuhi sebanyak 9.343.849 orang.
Jumlah tersebut naik dari tahun 2025, yakni kebutuhannya mencapai 10.930.616 juta orang, dan ketersediaannya menjadi 6.960.767 orang.
Dari jumlah tersebut, masih dibutuhkan sebanyak 2.748.260 orang, selama 5 tahun lagi atau sebanyak 458.032 orang per tahunnya.
Jumlah ketersediaan tersebut terus naik dari 2003 hingga 2030, yang membuat tiap talenta juga semakin menipis.
Misalnya pada tahun 2025 mencapai 3,9 juta orang, pada 2030 nanti kesenjangan talenta digital masih terjadi di banyak wilayah Indonesia.
Jumlah tertinggi berada di Jawa Tengah, yang berjumlah sebanyak 604.093 orang, dan Jawa Timur sebesar 499.723 orang.
Namun pada beberapa wilayah mengalami kelebihan pasokan contohnya di Jakarta yang mencapai 225.014 orang, dan Kepulauan Riau sebanyak 28.496 orang.
Akan tetapi di tengah kekurangan talenta digital, sejumlah perusahaan yang ada di Indonesia diketahui baru saja melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran. Tidak kurang dari 3 juta pekerja di industri tekstil terancam kehilangan pekerjaan.
Tidak hanya itu, bahkan sebanyak 70% pengusaha hotel serta restoran yang ada di Jakarta, desas-desus nya memiliki rencana untuk melakukan efisiensi pegawai.
Nailul Huda selaku Direktur Ekonomi Digital Center Of Economics and Law Studies (Cellios) menjelaskan bahwa, adanya faktor daya beli dan permintaan yang berkurang dan hal tersebut berdampak pada produksi.
Mengutip data S&P, angka purchasing manager Indonesia (PMI) di Indonesia memang menurun sangat tajam dari 5204 pada Maret 2025, merosot jatuh kebawah hingga 50, yakni angka 46,7 pada April dan Mei sebesar 47,4.
Angka PMI di bawah 50 menjadi pertanda kinerja industri manufaktur memburuk, karena tidak adanya ekspansi.
Penyebab hal tersebut bisa dikarenakan tidak ada tambahan produksi industri manufaktur untuk dalam negeri.
Dan hal tersebut bisa membuat PHK meningkat tajam, bahkan akan ada pelemahan industri mencapai 1,2 juta orang.
Teknologi AI digadang-gadang sebagai faktor utama pekerjaan punah dan memicu PHK massal. Namun Nailul mengatakan bahwa penyebab gelombang PHK baru-baru ini dipicu perang tarif Amerika Serikat dan pelemahan permintaan domestik akibat daya beli yang belum membaik.