Bandung sendiri tidak hanya jadi tuan rumah, tapi juga jadi saksi bagaimana sepak bola bisa jadi obat dari luka-luka masa lalu. Jalak Harupat, yang sempat ditutup untuk renovasi dan evaluasi pasca insiden di masa lalu, kini berdiri sebagai rumah baru yang hangat. Penonton kembali, kali ini dengan aturan lebih ketat, tapi juga dengan kesadaran kolektif yang lebih dewasa.
Total hadiah Rp11 miliar memang jadi daya tarik. Tapi nilai sesungguhnya dari turnamen ini ada pada relasi: antar klub, antar negara, dan antar pendukung. Di satu sisi, Piala Presiden adalah turnamen; di sisi lain, ia adalah ruang pertemuan—dimana jendela bagi pemain muda terbuka, dan pintu bagi penggemar untuk mengenal “musuh” sebagai kawan.
Tak sedikit pula pemain muda yang menggunakan turnamen ini sebagai “etalase” untuk unjuk kemampuan. Nama-nama seperti Arkhan Kaka, Ferdiansyah, hingga pemain akademi Oxford yang berdarah Indonesia mulai mencuri perhatian.
Baca Juga:Daftar Calon Pemain Liga Indonesia All Star Piala Presiden 2025 Udah Rilis! Kamu Bisa Vote, di Sini!Arema FC Juara Piala Presiden 2024 Lewat Adu Pinalti
Saat wasit meniup peluit panjang nanti di partai final tanggal 13 Juli, mungkin satu tim akan pulang dengan trofi dan hadiah miliaran. Tapi seluruh penonton, seluruh pemain, dan seluruh kota yang menyambut, akan pulang dengan sesuatu yang lebih penting: pengalaman, pengakuan, dan keyakinan bahwa sepak bola Indonesia sedang melangkah ke tempat yang lebih baik.
Karena dalam sepak bola, seperti dalam hidup, yang abadi bukanlah skor melainkan kisah di baliknya.