RADARCIREBON.TV – Tanggal 15 dan 16 Juli 2025, tepat pukul 16.27 WIB, matahari akan bertakhta di puncaknya, tepat di atas Ka’bah. Fenomena langit ini dikenal sebagai Istiwa A‘zam—peristiwa langit yang pelan-pelan mengajari manusia tentang kiblat, tanpa suara, tanpa alat bantu, hanya bayangan yang jujur.
Setiap tahun, dua kali dalam rentang waktu yang telah ditetapkan oleh hukum langit, matahari menunduk ke Baitullah. Di saat itulah, siapa pun yang berdiri di mana saja di permukaan bumi dapat menengok ke bawah, melihat bayangannya, dan menemukan arah yang dituju oleh jutaan dahi yang sujud. Bayangan benda tegak akan melesat lurus ke arah berlawanan dari Ka’bah—dan dari situlah arah kiblat sesungguhnya terungkap, seolah alam semesta berkata: “Beginilah caramu menghadap Tuhan.”
Kementerian Agama, melalui Direktur Urusan Agama Islam dan Bina Syariah, Arsad Hidayat, menjelaskan bahwa Istiwa A‘zam bukan hanya fenomena astronomis, tapi juga kesempatan spiritual. “Ini momen konfirmasi, bukan hanya teknis. Siapa pun, bahkan tanpa keahlian falak, bisa memanfaatkan waktu ini untuk memastikan arah kiblatnya,” katanya di Jakarta, Jumat (11/7).
Baca Juga:Persib, Dewa, Malut dan Persebaya Diprediksi Bersaing Ketat Bisa Juara Musim Depan BRI Liga 1Dengar Baik -baik!!! Ini 5 Alasan PSG Kalah Telak dari Chelsea — Bukan Salah Wasit?
Bayangkan, tak perlu aplikasi canggih, tak butuh satelit atau sinyal kuat. Cukup sebuah tongkat kecil, tanah datar, dan kesadaran waktu. Ketika jarum bayangan menunjuk ke satu sisi, kita seakan disentil oleh langit: “Luruskan hatimu, seperti lurusnya bayanganmu.” Tidak semua hari membawa pesan seterang ini.
Namun tentu, agar pesan itu sampai, ada yang harus disiapkan. Permukaan tanah harus rata, benda penunjuk bayangan harus tegak sempurna—bisa dengan bandul sederhana. Dan tentu, waktu harus tepat. Maka gunakanlah referensi resmi, dari BMKG atau RRI, karena dalam hitungan detik, matahari bisa sedikit bergeser, dan arah bisa melenceng.
Istiwa A‘zam adalah peristiwa astronomi yang hanya terjadi dua kali dalam setahun. Ia tak riuh, tak memaksa, namun mengandung ajakan lembut agar umat Islam merenungi arah, bukan hanya geografis, tapi juga spiritual.
Bagi sebagian, ini hanya bayangan. Tapi bagi yang peka, ini adalah cahaya petunjuk. Maka pada 15 dan 16 Juli nanti, luangkan waktu. Berdirilah di halaman, biarkan matahari memegang kompasnya sendiri, dan periksa: sudah benarkah arah yang kita hadapi selama ini?
Sebab, kadang yang paling lurus bukanlah jalan, tapi bayangan yang ditinggalkan cahaya dari atas Ka’bah.