RADARCIREBON.TV – Final Piala Dunia Antarklub 2025 berubah dari panggung kehormatan menjadi ring adu emosi. Chelsea keluar sebagai juara setelah menggulung Paris Saint-Germain 3-0.
Namun, bukan hanya skor yang jadi sorotan malam itu—melainkan adegan pasca-pertandingan yang lebih mirip episode reality show daripada partai puncak sepak bola dunia.
Drama dimulai di menit ke-86. Joao Neves, gelandang muda PSG yang disebut-sebut “masa depan Portugal”, mendadak hilang kendali. Dalam satu momen gila yang membuat seluruh stadion terdiam, Neves menjambak rambut keriting indah milik Marc Cucurella.
Baca Juga:Dengar Baik -baik!!! Ini 5 Alasan PSG Kalah Telak dari Chelsea — Bukan Salah Wasit?Ini Detik-detik Terjadinya 3 Gol Chelsea FC !! PSG Kebanyakan Pegang Bola Lupa Nyerang, Over Pede!!
Ya, bukan tarik biasa—ini benar-benar seperti potongan dari sinetron prime time. Cucurella jatuh, penonton gaduh, dan wasit mengangkat kartu merah tanpa ragu. Sebuah tontonan yang lebih cocok untuk program infotainment ketimbang final antar-klub terbaik dunia.
Begitu peluit panjang dibunyikan, seharusnya menjadi momen elegan—pelukan, saling hormat, tukar jersey. Tapi tidak malam ini. Bukannya berjabat tangan, pelatih PSG, Luis Enrique, malah mendorong tubuh Joao Pedro, pemain Chelsea yang malam itu tampil cemerlang. Tidak jelas motifnya—apakah frustasi, emosi, atau sekadar tidak suka potongan rambut pemain muda Brasil itu.
Yang pasti, adu dorong terjadi. Ofisial keamanan masuk. Beberapa pemain mencoba melerai, sebagian lain tampak siap bergabung dalam kekacauan. Satu-satunya hal yang lebih panas dari tensi di lapangan malam itu adalah trending topic di media sosial: #PSGBreakdown dan #JoaoNevesOut melesat naik hanya dalam hitungan menit.
Chelsea sendiri tampak tidak tertarik dengan drama tersebut. Mereka berpesta di sisi lain lapangan, seolah chaos itu hanya angin lalu. Cole Palmer dan Joao Pedro yang mencetak gol di laga ini memilih merayakan dengan suporter ketimbang ikut menanggapi PSG yang ‘membara tanpa makna’.
Publik sepak bola kini menyorot dua hal: kebangkitan Chelsea yang kembali ke puncak dunia… dan kehancuran mental PSG yang lagi-lagi gagal membuktikan diri di level tertinggi.
Satu hal yang pasti: jika ini sepak bola modern, maka teater Shakespeare bisa pensiun dini. Karena apa yang terjadi di MetLife Stadium malam itu, adalah tragedi dan komedi yang ditulis langsung oleh ego, emosi, dan ambisi yang tak kesampaian.
Selamat untuk Chelsea. Dan untuk PSG selamat merenung.