RADARCIREBON.TV — Persib makin mendunia. Makin dikenal dan kini menorehkan prestasi membanggakan. Hal ini setelah Akademi Persib Cimahi berhasil keluar sebagai Juara dalam Turnamen Ghotia Cup di Swedia.
Gothia Cup merupakan turnamen sepak bola internasional terbesar di dunia. Dikutip dari laman resminya, setiap tahun ajang ini bisa diikuti 1900 tim dari 74 negara. Turnamen ini sendiri berdiri pada tahun 1975 di Gothenburg, Swedia, dan dirikan oleh klub BK Hacken dan GAIS bersama dengan media lokal setempat.
Langit Swedia sore itu menyisakan sinar hangat musim panas yang menari pelan di atas arena SKF, namun yang bersinar paling terang bukanlah mentari Skandinavia. Melainkan anak-anak Indonesia yang datang dari kota kecil di Tanah Pasundan, membawa nama besar dan semangat besar: Akademi Persib Cimahi.
Baca Juga:Berikut jadwal lengkapnya: Persib Mantapkan Latihan Jelang BRI Super League 2025/26, Siap Hadapi Semen PadangPelatih Persib Bojan Hodak Soroti Perbedaan Fasilitas Latihan: Thailand Unggul, Indonesia Harus Berbenah
Mereka bukan sekadar hadir. Mereka menyalakan cahaya. Dalam final yang mendebarkan sekaligus memesona, tim U-13 Akademi Persib Cimahi (APC) sukses menumbangkan FC Stockholm Internazionale dengan skor mencolok: 5-1. Kemenangan ini bukan hanya soal angka, melainkan pernyataan: bahwa mimpi besar bisa tumbuh dari lapangan kecil yang digenangi hujan di Cimahi, jika disiram dengan semangat dan diasuh dengan cinta.
“Tim asal Indonesia, Academy Persib Cimahi (APC) berhasil menjadi juara turnamen usia dini internasional, Gothia Cup U-13 Boys 2025,” tulis Ketua Umum PSSI, Erick Thohir, di laman Instagram pribadinya, Sabtu (19/7/2025).
Ucapan itu bukan sekadar bentuk kebanggaan seorang petinggi federasi, melainkan suara dari jutaan hati rakyat Indonesia yang bergetar karena kisah ini.
Laga demi laga mereka lewati seperti barisan bait puisi yang ditulis dengan kaki-kaki mungil namun tak gentar. Mereka mengawali dengan menggulung Sandarna BK 4-1. Lalu mengirim pesan keras kepada dunia dengan membungkam FC Gorgasali dari Georgia 9-0. Dari situ, alur kemenangan seperti tak mau terputus.
La Academia FC dari Honduras ditaklukkan 5-0. Wakil Prancis, Academy Travel Sport, dijinakkan 2-0. Di babak gugur, APC melibas IFK Goteborg 4-1, lalu menghancurkan Colegio Pentagon dari Brasil dengan skor yang mencengangkan: 10-0.
Tak berhenti di situ, Vicente del Bosque Academy Blue dari Spanyol dipulangkan 4-1. Di semifinal, mereka menyingkirkan Gais dari Swedia, sebelum mengunci puncak dengan lima gol berkelas ke gawang Internazionale.
Dari sembilan pertandingan, mereka mencetak 47 gol dan hanya kebobolan 4. Catatan ini bukan hanya statistik, ini adalah lukisan kerja keras, disiplin, dan cinta pada sepak bola.
Baca Juga:Persebaya Surabaya Vs PSS Sleman!! Ada Mantan Pemain Binaan Persib, Dulu Striker, Kini Jadi Center Back KokohCetak Prestasi Usai Hadapi Filipina, Gelandang Persib Robi Darwis Beri Jawaban Rendah Hati
Mereka tampil bukan seperti anak-anak yang sekadar bermain bola, tapi seperti duta kecil bangsa yang tahu cara menjaga harga diri di panggung dunia.
“Selain menjadi juara, Raushan Ochank Syam juga dinobatkan sebagai Most Valuable Player (MVP),” lanjut Erick.
Anak ini, dengan senyum malu-malu dan kaki cekatan, menjelma menjadi simbol harapan baru. Dalam suaranya yang polos namun penuh keyakinan, Raushan berkata,
“Kami telah berlatih keras, tetapi yang terpenting adalah kami bermain sebagai satu tim dan saling mendukung.”ujar Raushan
Pelatih mereka, Agi Maulana, menyimpan haru yang dalam.
“Kami bersyukur atas kemenangan ini. Anak-anak bukan hanya bermain, mereka bertarung, bekerja sama, dan mencintai satu sama lain. Inilah kekuatan sepak bola yang sesungguhnya.”
Tim ini bukan hanya dihuni oleh pemain lokal dari Cimahi atau Jawa Barat. Delapan pemain di antaranya merupakan hasil seleksi program “Meet the World with SKF Road to Gothia Cup 2025”, program berjenjang yang membentuk bintang-bintang muda dari seluruh Indonesia. Ini bukan kemenangan satu akademi, ini adalah kemenangan ekosistem.
Erick Thohir menegaskan pentingnya kompetisi usia dini.
“Mari bersama kita membangun kompetisi berjenjang. Bangga!” serunya. Bagi Erick, kemenangan ini adalah bukti konkret dari kerja sistematis yang harus terus diperkuat: dari pembinaan akar rumput, bukan dari instan.
Apa yang dilakukan Akademi Persib Cimahi adalah mengingatkan kita bahwa sepak bola Indonesia tak pernah benar-benar kekurangan bakat, yang dibutuhkan adalah arah, perhatian, dan keberlanjutan. Mereka membuktikan, bahwa dari lorong-lorong sempit kampung di Cimahi, bisa lahir anak-anak yang menaklukkan Eropa.
Dan pada 19 Juli 2025 itu, di tanah jauh nan dingin bernama Gothenburg, suara “Persib Maung Bandung!” mungkin tak terdengar di tribun. Tapi semangatnya menggema lebih jauh daripada yang bisa dijangkau oleh nyanyian mana pun. Sebab dari kaki mereka yang kecil, sejarah ditulis besar.
Hari itu, sepak bola Indonesia tak sekadar menang, ia bermimpi, dan mimpi itu hidup mewujud.