RADARCIREBON.TV – Fenomena mencengangkan terjadi di Kabupaten Blitar. Puluhan guru Sekolah Dasar (SD) yang baru saja menyandang status sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), mendadak jadi sorotan publik. Bukan karena prestasi atau inovasi mengajar, melainkan karena… gelombang pengajuan izin cerai yang membanjiri Pengadilan Agama setempat.
Iya, kamu tidak salah baca. Guru-guru PPPK yang notabene baru saja menapaki karier sebagai abdi negara, justru mengajukan gugatan cerai dalam jumlah yang meningkat signifikan. Dan ini terjadi hanya dalam setengah tahun pertama 2025 saja!
Menurut data resmi dari Dinas Pendidikan Kabupaten Blitar, hingga akhir Juni 2025 tercatat ada 20 guru SD yang mengajukan izin cerai. Padahal, sepanjang tahun 2024 lalu, hanya ada 15 pengajuan serupa.
Baca Juga:Bupati Imron Lantik 1.735 PPPK Di Stadion Watubelah – VideoAlhamdulillah!!! Akhirnya 1.735 PPPK Kabupaten Cirebon Dilantik: Ini Pesan Bupati Imron
“Ini jelas lonjakan tajam. Kalau tren ini berlanjut, angka pengajuan cerai bisa tembus dua kali lipat di akhir tahun,” ujar Kepala Bidang Pembinaan SD Dispendik Blitar, Deni Setiawan.
Yang mengejutkan lagi, 70 persen dari total pengajuan itu berasal dari guru perempuan. Sebagian besar berstatus PPPK baru, alias baru beberapa bulan menerima SK pengangkatan.
Deni menyebut bahwa fenomena ini tak bisa dilepaskan dari apa yang ia sebut sebagai “PPPK Sindrom”. Menurutnya, ini adalah kondisi psiko-sosial yang muncul saat salah satu pasangan (dalam hal ini istri) mendadak memiliki penghasilan tetap dan status sosial yang lebih tinggi dibanding pasangan.
“Mayoritas suami dari guru PPPK perempuan tidak bekerja tetap. Banyak yang buruh, petani, atau pekerja informal,” beber Deni.
Ketimpangan ini akhirnya memicu ketegangan rumah tangga. Ketika istri jadi penopang ekonomi utama dan merasa lebih mandiri, relasi kekuasaan di rumah tangga bisa berubah drastis. Akibatnya, konflik pun bermunculan.
“Dari data kami, kurang dari 10 persen suami mereka juga ASN atau punya pekerjaan stabil. Sisanya? Bekerja serabutan. Ini jelas berpengaruh,” ujarnya lagi.
Di antara 20 guru yang mengajukan gugatan cerai, satu kasus bahkan berujung sanksi berat. Seorang guru perempuan kedapatan menikah lagi sebelum proses perceraiannya rampung. Dan iya, itu pelanggaran etik berat.