RADARCIREBON.TV – Pemerintah Kabupaten Pati secara resmi telah mengumumkan bahwa tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) akan meningkat hingga sekitar 250% mulai tahun 2025. Pengumuman ini disampaikan oleh Bupati Pati, Sudewo, setelah diselenggarakannya pertemuan dengan para camat dan Paguyuban Solidaritas Kepala Desa (Pasopati) di Kantor Bupati. Argumentasi utama yang disampaikan adalah bahwa tarif PBB tidak mengalami perubahan selama 14 tahun dan terdapat kebutuhan mendesak untuk pendanaan pembangunan infrastruktur, layanan rumah sakit, serta penguatan sektor pertanian dan perikanan.
Namun, kebijakan ini segera mendapat kritik keras dari masyarakat. Kenaikan sebesar 250% jelas bukan angka yang sepele. Di tengah kondisi ekonomi yang masih belum sepenuhnya pulih setelah pandemi, ditambah dengan tekanan inflasi dan daya beli masyarakat yang masih lemah, beban pajak yang tinggi ini terasa sangat memberatkan, terutama bagi para petani, pelaku UMKM, serta kelompok berpendapatan rendah. Memang benar bahwa klaim Pati “lebih besar” dibandingkan daerah tetangga seperti Jepara, Kudus, dan Rembang dapat dibenarkan dari sudut pandang administratif.
Namun yang lebih penting dipersoalkan adalah apakah kemampuan masyarakat untuk membayar setara? Apakah kondisi ekonomi mikro mereka mendukung kenaikan ini? Membandingkan total pendapatan pajak saja dengan wilayah lain tanpa memperhatikan daya tahan ekonomi masyarakat adalah pendekatan yang terlalu teknis dan kurang peka sosial. Menariknya, keputusan ini diambil tanpa adanya proses partisipatif dari publik yang cukup.
Baca Juga:Pemerintah Pati Buka-bukaan: Ini Alasan PBB Naik 250%Siapa Sudewo? Yuk Intip Profil Bupati Pati yang Viral Menaikkan PBB 250 Persen
Pernyataan “kami telah sepakat bersama para camat dan kepala desa” terkesan normatif, namun menimbulkan pertanyaan, siapa sebenarnya yang diajak berdiskusi? Di mana suara masyarakat dalam proses ini? Jika masyarakat yang membayar pajak tidak dilibatkan secara aktif, maka kebijakan ini kehilangan legitimasi moralnya, meskipun mungkin sah secara hukum.
Pembangunan infrastruktur dan layanan publik memang merupakan kebutuhan yang sangat penting. Jalan yang baik, rumah sakit yang berfungsi optimal, serta sektor pertanian dan perikanan yang produktif, adalah elemen penting untuk pertumbuhan daerah. Namun, beban pembangunan tidak seharusnya ditanggung secara tidak adil oleh masyarakat yang kecil, tanpa adanya jaminan bahwa mereka akan merasakan manfaatnya secara langsung.