“Isi telegram tersebut adalah instruksi agar dokter Soedarsono membacakan teks proklamasi yang sudah disiapkan,” ucap Nurdin M Noer.
Para pejuang di Cirebon mulai berkumpul dan mengadakan rapat kecil setelah menerima telegram dari Sjahrir. Soedarsono disepakati untuk menjadi pembaca proklamasi. Sjahrir memilih Soedarsono untuk membacakan teks proklamasi di Cirebon karena dianggap mampu dan terdidik.
Di tengah ketakutan akan serangan mendadak dari tentara Jepang, Soedarsono bersama warga Cirebon melaksanakan pembacaan proklamasi kemerdekaan Indonesia. Terdapat sekitar 150 orang yang hadir di Alun-Alun Kejaksan pada tanggal 15 Agustus 1945. Mereka menjadi saksi prmbacaan proklamasi pertama tersebut.
Baca Juga:Kebanggaan Jateng! Ekonomi Melesat 5,28%, Dunia Usaha Ikut Merasakan ManfaatJanji Terwujud! Ahmad Lutfhi Pastikan Insentif Guru Honorer Cair, Jadi Bukti Komitmen Pemprov Jateng
Ada dua versi teks proklamasi Cirebon yang beredar. Versi pertama menyebutkan bahwa teks tersebut ditulis oleh Sjahrir dan aktivis lain, seperti Soekarni, Chaerul Saleh, Eri Sudewo, Johan Nur, dan Abu Bakar Lubis.
Des Alwi, anak angkat Sjahrir, mengaku hanya ingat satu kalimat dari teks proklamasi Cirebon. “Kami bangsa Indonesia dengan ini memproklamirkan kemerdekaan Indonesia karena kami tidak mau dijajah oleh siapa pun juga,” ucap Des Alwi mengingat isi teks tersebut.
Sementara itu, versi kedua menyatakan bahwa teks proklamasi Cirebon ditulis oleh Maroeto Nitimihardjo tanpa campur tangan Sjahrir. Namun, hingga kini tidak ada yang tahu dengan pasti isi teks proklamasi yang dibacakan oleh dokter Soedarsono. Naskah proklamasi Cirebon itu sudah tidak diketahui keberadaannya. Akan tetapi, proklamasi di Cirebon sudah terjadi. Berita mengenai kemerdekaan Indonesia mulai menyebar.
“Setelah teks proklamasi dibacakan, para pejuang segera menyebarkan informasi tersebut ke beberapa wilayah di Cirebon, seperti di Kecamatan Waled, Palimanan, dan Plumbon,” jelas Nurdin M Noer.
Nurdin M Noer menyatakan bahwa pembacaan proklamasi di Cirebon menjadi awal dari kemerdekaan Republik Indonesia yang kemudian juga diumumkan oleh Soekarno-Hatta di Jakarta pada 17 Agustus 1945.
“Karena, setelah proklamasi dibacakan di Cirebon, Soekarno dan M Hatta diculik dan dibawa ke Rengasdengklok,” tambahnya.
Menurut versi lain, Sjahrir juga terlibat langsung dalam penculikan di Rengasdengklok yang terjadi pada dini hari 16 Agustus 1945. Hal ini sesuai dengan pernyataan Soekarno dalam autobiografinya. “Dia [Sjahrir] yang menghasut para pemuda untuk melawanku dan terkait dengan kejadian malam itu,” tulis Soekarno dalam bukunya.