RADARCIREBON.ID – Ada kado HUT ke-80 RI yang tak berbentuk pita merah putih, tak berisik seperti kembang api, dan tak basi seperti janji-janji kampanye. Kado ini datang langsung dari Gubernur Jawa Barat, Kang Dedi Mulyadi (KDM) yang, dengan enteng tapi menggelegar, meminta seluruh bupati dan wali kota di Jabar menghapus tunggakan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) perorangan untuk tahun 2024 dan sebelumnya.
Pernyataan ini disampaikan Jumat pagi, 15 Agustus 2025, lalu diikuti gerakan cepat ala birokrasi kilat surat edaran langsung dikirim ke seluruh pemerintah kabupaten/kota di hari yang sama. Kalau biasanya surat penting melaju seperti siput kelelahan, kali ini seperti roket yang baru diisi BBM subsidi.
“Surat imbauannya hari ini akan diedarkan ke seluruh daerah,” kata KDM. Dan seperti biasa, KDM tidak sekadar bicara, tapi menyelipkan filosofi: ini semua untuk meringankan beban rakyat.
Baca Juga:Walikota Cirebon, Effendi Edo Curhat ke KDM: Dikepung Masalah Warisan dari Rezim Lama!DPRD Benarkan Ada Kenaikan PBB 1000 Persen Dialami Sebagian Warga – Video
Bukan hanya untuk yang dompetnya bolong, tapi semua golongan. Ya, mulai dari yang tanahnya cuma cukup buat jemur pakaian, sampai yang punya halaman luas buat parkir helikopter. “Ini berlaku untuk perorangan semua golongan, terhitung 2024 ke belakang,” tandasnya.
Kebijakan ini memang terdengar manis, tapi bukan tanpa logika. KDM menyamakan pembebasan tunggakan PBB ini dengan program penghapusan denda pajak kendaraan bermotor yang sebelumnya sukses membuat masyarakat sedikit tersenyum di tengah harga cabai yang naik-turun seperti sinyal internet desa.
Harapannya jelas: beban rakyat berkurang, semangat bayar pajak meningkat, dan pemerintah tidak lagi terlihat seperti penagih hutang yang mengetuk pintu di malam hari. “Hal ini untuk membangun spirit mengurangi beban masyarakat. Selanjutnya agar masyarakat membangun tradisi membayar pajak sesuai yang ditetapkan dan tidak memberatkan masyarakat,” ujarnya.
Tapi tentu saja, ini baru tahap imbauan. Keputusan final tetap ada di tangan bupati dan wali kota. Ya, ibarat KDM memberi resep masakan, bumbu sudah di meja, tapi mau dimasak atau tidak, tergantung juru masaknya di daerah.
Hingga berita ini turun, belum ada kabar bupati atau wali kota yang mengangkat tangan dan berseru, “Siap, laksanakan!” Maklum, surat edaran ini baru saja mendarat di meja mereka. Dan kita tahu, membacanya saja mungkin butuh secangkir kopi pahit, apalagi menandatangani keputusan besar seperti ini.