Pertanyaan publik kini sederhana: apakah OTT ini akan ada deretan pejabat lain yang terseret? Karena jarang sekali pejabat bisa bermain sendiri. Apalagi kasus pemerasan biasanya membutuhkan jejaring yang lebih luas daripada sekadar satu meja kerja.
Ironi terbesar dalam kasus ini adalah perjalanan Noel sendiri. Dari aktivis jalanan yang keras berteriak soal ketidakadilan, berubah menjadi pejabat yang ikut menikmati manisnya kuasa. Relawan yang dulu mengatasnamakan rakyat kini justru berurusan dengan aparat.
OTT ini bukan sekadar kabar kriminal biasa, melainkan potret telanjang tentang bagaimana politik balas jasa bisa melahirkan pejabat karbitan. Orang-orang yang masuk kabinet bukan karena kapasitas, melainkan karena jasa masa lalu.
Baca Juga:Dua Raksasa Sepakbola Bakal Saling Bunuh! Bayern Munchen vs Real Madrid: Duel Raksasa Abad Ini!Benfica Kartu Merah! Fenerbahce Gagal Manfaatkan Momentum, Mourinho Kena Sindir! SKOR akhir 0-0!
Dan ketika kekuasaan itu tak disertai integritas, jadilah panggung tragedi yang menyedihkan, sekali pun bagi penonton yang sudah kenyang dengan drama serupa.
Kini, Noel tinggal menunggu babak berikutnya: diperiksa, ditahan, lalu entah apakah akhirnya ditetapkan sebagai tersangka atau kembali melenggang dengan status “saksi”.
Tapi bagi publik, citranya sudah terlanjur jatuh. Dari relawan blusukan, berubah jadi pejabat OTT-an. Dari pahlawan buruh, menjadi potret klasik pejabat yang di OTT KPK. Dan di republik ini, tampaknya cuma satu hal yang tak pernah habis: stok ironi.
Yang jelas, publik masih menunggu status Noel apakah terjaring sebagai saksi atau sebagai tersangka.