28 Terduga Pelaku Kerusuhan dan Penjarahan di Gedung DPRD Kabupaten Cirebon Ditangkap Polisi 

Kapolresta Cirebon
Polisi mengamankan 28 orang dan menetapkannya sebagai tersangka Foto :Dedi Haryadi
0 Komentar

RADARCIREBON – Babak baru pembakaran dan penjarahan Gedung DPRD Kabupaten Cirebon resmi masuk babak

Polres Kota (Polresta) Cirebon resmi menetapkan 28 orang sebagai tersangka atas kerusuhan yang meluluhlantakkan kantor DPRD Kabupaten Cirebon serta perusakan fasilitas umum di Alun-alun Taman Pataraksa.

Dari jumlah itu, 15 orang dewasa dan 13 pelaku lainnya ternyata masih berstatus anak atau pelajar. Sebuah potret getir: ruang yang seharusnya mendidik mereka tentang demokrasi justru berubah menjadi panggung belajar tentang anarki.

Baca Juga:Wamendagri Tinjau Gedung DPRD Kab. Cirebon Pasca Aksi Demo – VideoBegini Kondisi Gedung DPRD Kabupaten Cirebon Usai Aksi Demo

“Para pelaku secara bersama-sama melakukan kekerasan terhadap barang, pengrusakan, dan pencurian terhadap barang-barang milik DPRD dan DLH (Dinas Lingkungan Hidup) Kabupaten Cirebon,” tegas Kapolresta Cirebon, Kombes Pol Sumarni, Kamis (4/9/2025).

Kerusuhan pecah pada Sabtu (30/8/2025) sekitar pukul 13.00 WIB. Lebih dari ratusan massa bergerak menuju kantor DPRD Kabupaten Cirebon di Jalan Sunan Bonang No.1, Kecamatan Sumber. Apa yang seharusnya menjadi rumah rakyat, mendadak berubah menjadi arena gladiator.

Batu beterbangan, kaca pecah, api menyala, dan gedung wakil rakyat yang biasa dingin oleh AC, kini hangus oleh amarah massa. Tidak hanya perusakan, penjarahan pun terjadi. Seolah-olah kantor dewan bukan lagi lembaga negara, melainkan toko grosir yang bebas dibobol.

Dampaknya? Hampir seluruh bagian gedung DPRD rusak berat. Sebagian bahkan terbakar. Barang-barang inventaris milik DPRD dan DLH pun ludes dijarah. Kepolisian mencatat total kerugian mencapai Rp10 miliar untuk DPRD dan Rp492 juta untuk DLH. Harga yang sangat mahal untuk sebuah pesta porak-poranda.

Yang lebih menyedihkan, dari 28 tersangka, hampir setengahnya masih berstatus anak. Ya, pelajar. Anak-anak yang seharusnya duduk manis di kelas, menghafal Pancasila, justru ikut menjadi aktor perusakan kantor para wakil rakyat.

Entah siapa yang mengajarkan mereka bahwa melempar batu ke gedung DPRD lebih bermanfaat daripada menghafal rumus matematika. Entah pula siapa yang membisikkan bahwa membakar pos polisi lebih keren daripada menulis esai tugas sekolah.

Kapolresta Sumarni sendiri mengaku pihaknya masih mendalami kemungkinan adanya aktor intelektual di balik kerusuhan ini. Bahasa halus dari “ada yang main di belakang.” Sebab sulit dibayangkan segerombolan remaja tanggung tiba-tiba berinisiatif merancang kerusuhan berjamaah.

0 Komentar