Lini Tengah Timnas Indonesia Jadi Sorotan: Lemahnya Kontrol dan Transisi Jadi Penyebab Kekalahan dari Arab

Timnas Indonesia
Meski sempat unggul dua gol di babak pertama melalui aksi Rafael Struick dan Marselino Ferdinan, Indonesia tak mampu mempertahankan keunggulan. Foto: Ig Timnasindonesia/tangkap layar - radarcirebon.tv
0 Komentar

RADARCIREBON.TV- Performa Timnas Indonesia dalam laga keempat Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia kembali menuai kritik tajam.

Kekalahan 2-3 dari Arab Saudi di Stadion King Fahd International, Riyadh, Selasa (8/10/2025), menyingkap kelemahan mendasar yang belum terselesaikan: ketidakstabilan lini tengah.

Meski sempat unggul dua gol di babak pertama melalui aksi Rafael Struick dan Marselino Ferdinan, Indonesia tak mampu mempertahankan keunggulan. Tim asuhan Patrick Kluivert itu perlahan kehilangan kontrol permainan begitu memasuki babak kedua. Dominasi penguasaan bola beralih ke tuan rumah, dan Garuda tampak kesulitan membangun serangan maupun menjaga ritme permainan.

Baca Juga:Gigih Berjuang Hingga Menit Akhir, Indonesia Tumbang 2-3 dari Arab Saudi di Kualifikasi Piala Dunia 2026Mengejutkan! Patrick Kluivert Justru Puji Wasit Usai Laga Panas Timnas Indonesia vs Arab Saudi

Kehilangan Kontrol Setelah Unggul

Pada 45 menit pertama, permainan Indonesia tampak menjanjikan. Kombinasi Ivar Jenner dan Marc Klok di lini tengah cukup solid dalam menutup ruang serta membantu distribusi bola ke depan. Namun begitu Arab Saudi meningkatkan tempo, kedua gelandang itu mulai kedodoran menghadapi pressing cepat dari pemain lawan seperti Abdulrahman Ghareeb dan Salem Al-Dawsari.

Patrick Kluivert mengakui bahwa transisi dari bertahan ke menyerang menjadi titik lemah timnya. “Kami kehilangan kontrol di tengah. Setelah unggul, pemain tampak gugup dan banyak kehilangan bola mudah,” ujar Kluivert dalam konferensi pers usai laga. “Di level ini, kehilangan bola satu atau dua kali saja bisa berujung fatal.”

Statistik pertandingan memperlihatkan betapa besar dominasi Arab Saudi di paruh kedua. Mereka mencatat 63% penguasaan bola, dengan 11 peluang tembakan, sementara Indonesia hanya mencatat empat kali upaya ke gawang.

Kehilangan penguasaan bola di area tengah membuat bek Indonesia harus bekerja ekstra. Tekanan bertubi-tubi akhirnya berbuah dua gol Firas Al-Brikan dan satu penalti Al-Dawsari yang membalikkan keadaan.

Masalah Transisi dan Jarak Antar Lini

Pengamat sepak bola nasional, Timo Scheunemann, menilai bahwa kelemahan Indonesia bukan hanya karena kalah fisik, tetapi juga kesalahan struktur permainan. “Jarak antar lini terlalu jauh. Ketika Klok dan Jenner tertinggal, tidak ada gelandang lain yang membantu menutup ruang. Akibatnya, lawan dengan mudah masuk ke area sepertiga akhir,” jelasnya dalam wawancara di kanal YouTube Football Talk ID.

0 Komentar