RADARCIREBON.TV- Banyak orang menjalani hari dengan keraguan dalam diri karena warna kulit, terutama mereka yang berkulit gelap.
Rasa “gak pede” (kurang percaya diri) terhadap kulit gelap bukan sekadar soal estetika, melainkan cerminan dari tekanan sosial, norma kecantikan, hingga pengalaman diskriminasi halus. Namun, apa yang terjadi jika kita membalik narasinya bahwa kulit gelap bukanlah kekurangan, melainkan satu dari banyak ekspresi keindahan manusia?
Bayang Warna Kulit dan Harga Diri
Fenomena “colorism” yaitu diskriminasi berdasarkan nuansa kulit, di mana warna lebih terang sering dianggap lebih “baik” atau “cantik” masih kuat mempengaruhi cara masyarakat mempersepsi diri dan orang lain.
Baca Juga:Tanpa Visa dan Tiket Pesawat! Yuk Coba 16 Prompt Gemini AI Biki Fotomu Kayak Lagi Liburan ke JepangSepatu Kusam? Begini Cara Ajaib Gemini AI Bikin Kaki Kamu Tetap Kece di Foto!
Banyak individu berkulit gelap yang melaporkan pengalaman dilepas-lihat, dipinggirkan dalam kesempatan kerja, atau dikaitkan dengan stereotip negatif. Hal ini berdampak nyata pada kesehatan mental: rendahnya harga diri, kecemasan, depresi, hingga keinginan menyembunyikan diri.
Contohnya, seorang wanita mengisahkan bahwa tatapan orang lain di jalan membuatnya ingin “menjadi tak terlihat”. Sejak kecil, komentar seperti “kamu terlalu gelap” atau “kalau kulitmu lebih cerah pasti lebih cantik” sering muncul dari saudara, teman, atau media. Kata-kata ini bukan sekadar komentar ringan, mereka menanamkan keraguan dalam jiwa.
Penelitian empiris memperkuat fakta bahwa nuansa kulit dapat memoderasi hubungan antara diskriminasi dan kesehatan mental. Dalam banyak kasus, individu berkulit paling gelap melaporkan tingkat stres psikososial dan gejala depresif yang lebih tinggi dibandingkan mereka yang kulitnya lebih terang.
Menemukan Titik Balik: Dari Keraguan ke Keberanian
Mengubah pandangan diri sendiri terhadap warna kulit gelap bukanlah perkara sekejap. Tapi bukan tak mungkin juga. Ada langkah-langkah praktis yang bisa ditempuh.
1. Membaca ulang narasi kecantikan
Mulai menggali tokoh dan figur yang merayakan kulit gelap bisa membantu. Misalnya, model seperti Khoudia Diop, yang menyebut dirinya “Melanin Goddess,” berupaya menginspirasi perempuan gelap untuk mencintai kulitnya apa adanya. Atau Nyakim Gatwech, model Sudan-Amerika yang menghadapi tekanan untuk “memutihkan” kulitnya tetapi memilih untuk menonjolkan keunikannya.