RADARCIREBON.TV Sejarah penegakan hukum Indonesia mencatat duka mendalam atas kepergian Jaksa Agung Baharuddin Lopa.
Hanya sebulan setelah dilantik Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan langsung menggebrak sarang koruptor sisa-sisa Orde Baru, Lopa meninggal dunia secara mendadak, menyisakan tanya dan kesedihan.
Meskipun masa jabatannya sebagai Jaksa Agung hanya berlangsung singkat, warisan moral dan integritas yang ditinggalkannya abadi hingga lini masa.
Baca Juga:BMKG Prediksi 43 Persen Wilayah Sudah Musim HujanSandra Dewi Cabut Gugatan Keberatan Penyitaan Aset Terkait Kasus Korupsi Tata Kelola Timah Harvey Moeis
Musuh Terbesar Koruptor Kelas Kakap
Di tengah keberhasilan Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam mengungkap berbagai kasus korupsi besar belakangan ini, publik kembali mengingat sosok Prof. Dr. H. Baharuddin Lopa, S.H, seorang Jaksa Agung yang pernah menjadi momok bagi para koruptor pada masanya.
Lahir di Polewali Mandar, Sulawesi Barat, pada 27 Agustus 1935, Baharuddin Lopa menamatkan pendidikan hukumnya pada tahun 1962 di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin dan meraih gelar Doktor di Universitas Diponegoro pada tahun 1982.
Kariernya sebagai jaksa dimulai pada tahun 1958 di Kejaksaan Negeri Kelas I Makassar. Sejak awal menjabat sebagai jaksa, ia dikenal sebagai sosok yang enggan berkompromi terhadap tersangka korupsi dan penyelundupan.
Selama sejarah karirnya berlangsung, Lopa kerap dipindahtugaskan ke berbagai daerah, khususnya di wilayah Tanah Rencong, Aceh.
Menurut laporan Kompas edisi 17 April 1983, kepindahannya itu disebut-sebut karena keberanian Lopa dalam menangkap salah satu pejabat tinggi daerah.
Selama masa penugasannya di Tanah Rencong selama 3,5 tahun, Lopa sukses mengungkap berbagai kasus penyelundupan kayu dan beras yang merugikan negara hingga miliaran rupiah.
Dalam wawancaranya dengan Kompas pada tahun 1983 silam, Lopa mengaku sering menerima ancaman pembunuhan dari banyak pihak atas keberaniannya sebagai jaksa yang dibenci para koruptor dan penjahat kelas kakap.
Baca Juga:Aldy Fairuz Gugat Cerai Angbeen Rishi Setelah 5 Tahun MenikahSimulasi Besaran Pendapatan PNS saat Pensiun: Empat Golongan Gaji Penerima Pensiun
“Bila saya akan bertindak sesuatu, selalu saya berpegang bahwa nasib saya di tangan Tuhan. Yang penting kebenaran harus ditegakkan. Bahwa ada risiko yang mungkin menimpa saya, termasuk pembunuhan, itu sudah saya serahkan kepada Tuhan,” ungkap Prof. Lopa kepada wartawan Kompas pada 17 April 1983 silam.
