Gelaran Isbat Nikah dalam rangka Hari KORPRI di Kota Cirebon diikuti 58 pasangan. Dalam hal ini, Wilayah Argasunya menyumbang angka terbesar sekaligus tingkat penolakan tertinggi.
Dari total 58 peserta Isbat Nikah yang diselenggarakan oleh KORPRI, Kecamatan Harjamukti menyumbang 35 pasangan, dan 24 di antaranya merupakan warga Kelurahan Argasunya. Kondisi ini menunjukkan masih kuatnya praktik pernikahan di bawah tangan di wilayah tersebut, dalam proses verifikasi.
Pengadilan Agama menolak 19 pasangan karena dinilai tidak memenuhi syarat hukum. Menurut Ketua Asosiasi Penghulu Republik Indonesia Kota Cirebon, Sujai, banyak pasangan sebelumnya menikah siri dengan wali hakim yang tidak sah secara undang-undang. Bahkan beberapa menyertakan saksi seluruhnya perempuan, yang tidak diperbolehkan dalam rukun nikah resmi.
Baca Juga:Akses Jalan Perbatasan Antar Daerah Di Banjarwangunan Hancur – VideoPencairan Dana Desa Banjarwangunan Tahap 2 Molor – Video
Bagi pasangan yang ditolak, mereka diwajibkan mengulangi pernikahan sesuai domisili dan mencatatkannya secara resmi.
Sujai menegaskan kurangnya pemahaman warga Argasunya terhadap syarat dan alur pernikahan menjadi persoalan utama. Termasuk masih maraknya pernikahan di bawah umur dan praktik jalur nikah di bawah tangan yang masif dilakukan sendiri oleh sebagian warga.
Sementara itu, Lebe Argasunya, Didin Zaenudin, menyatakan wilayahnya merupakan kawasan yang terpinggirkan. Sehingga paradigma menikah muda masih kuat mengakar. Persyaratan administratif dan tes kesehatan yang dinilai berbelit juga menjadi alasan warga enggan menikah secara resmi.
Melalui kolaborasi Pemkot Cirebon, Pengadilan Agama, Kemenag, dan DP3AP2KB, Pemerintah berupaya mendorong edukasi pernikahan yang sesuai hukum dan melindungi warga. Argasunya menjadi potret buram tantangan pencatatan sipil di wilayah paling rentan Kota Cirebon.