POTENSI berhentinya operasional Bus Rapid Transit atau BRT Kota Cirebon pada tahun 2026 mulai menjadi perhatian DPRD. Pemotongan Transfer ke Daerah sebesar Rp220,5 miliar membuat subsidi BRT di ambang tidak lagi mampu ditanggung APBD.
Operasional Bus Rapid Transit/BRT Kota Cirebon terancam berhenti pada 2026 setelah adanya pemotongan Transfer ke Daerah (TKD) yang mempersempit ruang fiskal Pemerintah Kota. Selama ini BRT mengandalkan subsidi APBD yang nilainya disebut sangat besar dan belum mampu menutup kebutuhan cashflow.
Menurut Ketua Komisi II DPRD Kota Cirebon, Handarujati Kalamullah, beban subsidi BRT bertahun-tahun tidak sebanding dengan pendapatan operasional. Bahkan, sejumlah armada masih tidak terpakai dan membutuhkan biaya perawatan yang cukup tinggi.
Baca Juga:Ditjen Dukcapil Jemput Bola Dekatkan Layanan Adminduk – VideoMangrove Mission Di Hari Menanam Nasional – Video
Kondisi ini diperparah dengan menurunnya proyeksi Pendapatan Asli Daerah (PAD) di 2025 hingga 2026. Target pajak seperti PBB-P2 dan BPHTB dinilai sulit tercapai, mengingat realisasi beberapa tahun terakhir hanya berada di angka 30 sampai 35 persen.
Untuk menyelamatkan operasional BRT, DPRD mendorong Pemerintah Kota menyiapkan terobosan pendapatan dan membangun kerja sama dengan pihak ketiga. Skema ini dinilai dapat memperluas ruang fiskal dan meningkatkan potensi PAD di masa mendatang.
Handarujati menyampaikan, perlu adanya kajian terukur terkait potensi PAD, agar kebijakan subsidi terhadap BRT berbasis data yang akurat dan tidak menjadi beban jangka panjang.
DPRD juga membuka peluang ekspansi rute BRT hingga Kabupaten Cirebon. Mengingat interaksi perdagangan antar wilayah sangat tinggi dan dinilai pantas untuk dikembangkan.
Sejauh ini, DPRD menegaskan masih terus melakukan pengawasan dan koordinasi dengan Pemerintah Kota untuk mencari solusi agar BRT tidak mengalami penghentian operasional pada 2026.