UMK Kota Banjar 2026: Kedua Terendah di Jabar – Rendah Tapi Tidak Bisa Tarik Investor

UMK Banjar 2026
UMK Kota Banjar 2026 menjadi kedua terendah di Jabar sebesar Rp2.361.241, rendah tapi tidak mampu menarik investor sehingga pengangguran tetap tinggi. Foto: Ilustrasi AI
0 Komentar

RADARCIREBON.TV – Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi telah resmi menetapkan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) tahun 2026 yang akan mulai berlaku pada 1 Januari mendatang, melalui Surat Keputusan Gubernur Nomor 561.7/Kep.862-Kesra/2025. Di ujung spektrum, UMK paling besar dipegang oleh Kota Bekasi yakni Rp5.999.443, sedangkan Kota Banjar – yang biasanya berada di urutan terakhir – kini menjadi yang terkecil kedua setelah Pangandaran dengan besaran Rp2.361.241.

Berbeda dengan sudut pandang yang hanya membandingkan angka UMK antar daerah, artikel ini fokus pada ironi UMK Kota Banjar: rendah namun tidak mampu menarik investor seperti yang diharapkan. Ketua Forum Serikat Pekerja Sinar Baru Banjar dan Federasi Serikat Buruh Militan (SPSBB F. Sebumi) Irwan Herwanto menyambut baik kenaikan tersebut, namun menilai tidak begitu signifikan – hanya terpaut Rp10 ribu dengan Kabupaten Pangandaran. Sehingga ia menilai UMK Kota Banjar masih masuk yang terkecil di Jawa Barat dan belum berdampak pada kesejahteraan buruh. “Melihat dari kenaikan Pangandaran yang 5,7 persen memang banjar lebih tinggi UMK-nya. Tapi tetap saja sama dengan juru kunci,” kata Irwan, Sabtu (25/12/2025).

Irwan juga menekankan disparitas yang tinggi antara daerah di Jabar. Misalnya, antara Bekasi dan Karawang yang tembus sekitar Rp6 juta, selisihnya sangat jauh dengan Kota Banjar yang hanya Rp2,3 juta. “Padahal, harga kebutuhan pokok di setiap daerah khususnya di Jawa Barat tidak jauh berbeda,” ujarnya.

Baca Juga:Rapat Pleno Depeko Gagal Capai Kesepakatan – Tiga Usulan UMK Depok 2026 BertabrakanCimahi Ajukan UMK 2026 Naik 5,87 Persen – Berdasarkan Aturan Baru PP 49 Tahun 2025

Yang paling mengherankan adalah, meskipun UMK Kota Banjar terbilang rendah – yang seharusnya menjadi daya tarik bagi investor karena biaya tenaga kerja murah – hal itu tidak berdampak pada peningkatan penyerapan tenaga kerja. Menurut Irwan, sebagai daerah dengan upah rendah, Kota Banjar seharusnya menjadi peluang besar bagi investor untuk membuka usaha. Namun faktanya, sampai saat ini angka pengangguran masih cukup tinggi dan ketersediaan lapangan kerja sulit karena tidak adanya sektor industri baru di daerah tersebut.

Oleh karena itu, ia menilai pemerintah Kota Banjar gagal memanfaatkan peluang yang diberikan oleh UMK rendah. “Logikanya daerah dengan upah rendah seharusnya dapat menarik investor sebanyak-banyaknya. Ini tentu menjadi pertanyaan besar kenapa pemerintah seolah menutup mata atas kondisi ini,” ujarnya. Ironi ini menjadi tantangan serius: UMK rendah tidak membuat buruh lebih sejahtera, juga tidak mampu menarik investor yang dibutuhkan untuk menciptakan lapangan kerja.

0 Komentar