RadarCirebon.Tv- Untuk kali ini kita akan membahs mengenai keragaman Indonesia memiliki keragaman suku bangsa dan budaya.
Bukan hanya kaya dengan budaya, seperti tari-tarian atau adat istiadat, ada satu kekayaan Indonesia juga.
Kekayaan tersebut adalah di kain.Kita mengenal ulos dari batak, sasirangan dari Banjar, sarung bugis, songket Palembang dan Lombok, kain lurik dan beragam kain khas Indonesia lainnya,Salah satu kain khas ini adalah dari Suku Baduy.
Pernah mengenal suku Baduy dari Banten?
Baca Juga:Selalu Ada Dalam Obat flu Yang Memiliki Obat Antitusif Yang Bisa Menekan Refleks Batuk !Yuk Cari Tahu Kandungan Dari Obat Pereda Flu Salah Satunya Chlorpheniramine !
Suku Baduy/Badui ini juga di kenal dengan Urang Kanekes, Orang Kanekes merupakan kelompok etnis masyarakat adat suku Banten di wilayah Kabupaten Lebak, Banten.
Populasi Urang Kanekes ini di perkirakan 26.000 orang, dan mereka merupakan salah satu suku yang mengisolasi diri mereka dari dunia luar.
Selain itu mereka juga memiliki keyakinan tabu untuk di dokumentasikan, khususnya penduduk wilayah Baduy Dalam.
Asal muasal sebutan “Baduy” merupakan pemberian penduduk luar dari sebutan para peneliti Belanda.
Yang agaknya mempersamakan mereka dengan kelompok Arab Badawi yang merupakan masyarakat yang berpindah-pindah (nomaden).
Kemungkinan lain adalah karena adanya Sungai Baduy dan Gunung Baduy yang ada di bagian utara dari wilayah tersebut.
Mereka sendiri lebih suka menyebut diri sebagai urang Kanekes atau “orang Kanekes” sesuai dengan nama wilayah mereka, atau sebutan yang mengacu kepada nama kampung mereka seperti Urang Cibeo.
Baca Juga:Kenali Kandungan Guaifenesin Pada Obat Pereda Flu !Menghirup Uap Hangat Bisa Digunakan Untuk Menangani Hidung Tersumbat Saat Flu !
Suku Baduy ini memiliki kain tenun yang di sebut dengan Tenun Baduy. Kain Tenun Baduy ini memiliki makna-makna yang erat hubungannya dengan tradisi dan kepercayaan mereka. Kain ini bukanlah untuk memenuhi kebutuhan sandang saja.
Kain ini, bagi Orang Kanekes, juga menjadi identitas terlebih khusus nilai-nilai adat yang juga melambangkan kehadiran mereka.
Kain tenun ini sangat dekat dengan kehidupan khususnya lingkungan keluarga.
Sekilas, aktivitas menenun tampak sebagai kegiatan sampingan yang seolah-olah hanya merupakan aktivitas pengisi waktu luang bagi kaum perempuan Baduy.
Namjun ternyata setelah di telusuri secara lebih dalam,aktivitas menenun mengandung sejumlah nilai yang lebih penting.
Bagi masyarakat baduy, menenun mengajarkan kedisiplinan. Setiap anak perempuan yang lahir di Baduy.
Sedari kecil mereka sudah di tanamkan kedisiplinan yang tinggi dengan cara mempelajari aturan adat dan nilai-nilai Masyarakat Adat Baduy.
Salah satunya berhubungan dengan aktivitas menenun,Mereka meyakini, kegiatan menenun merupakan wujud dari ketaatan yang di lakukan oleh perempuan Baduy terhadap aturan adat yang mereka junjung.
Kain tenun baduy memiliki kekhasan dari bahannya yang agak kasar dan warnanya cenderung dominan.
Bintik-bintik kapas dari proses pemintalan tradisional telah menghasilkan tekstur khas tenun Baduy.
Alat untuk memintal dari kapas menjadi benang, merupakan alat yang mereka ciptakan sendiri sejak ratusan tahun lalu. Urang Kanekes menyebut alat pemintalan dengan gedogan/raraga.
Kain tenun yang awalnya di hasilkan untuk memenuhi kebutuhan sandang itu di buat sederhana.
Motif andalan mereka adalah motif geometris, seperti garis berbentuk kait, spiral atau di sebut juga pilin, garis lurus, segi tiga, segi empat, bulatan, dan masih banyak lagi.
Tenun Baduy tak ubahnya ungkapan estetika dan alam sekitar pegunungan Kendeng, tempat masyarakat Baduy bermukim.
Coraknya mencerminkan sikap hidup dan adat istiadat yang masih ketat di jaga sebagai warisan nenek moyang. Ragam hias yang mencerminkan filosofi hidup mereka.
Untuk menghasilkan kain tenun Baduy ini, prosesnya cukup lama. Bahkan membutuhkan waktu berbulan-bulan.
Lamanya proses ini di sebabkan oleh besar dan kerumitan membuat motif kain. Biasanya motif kain Suku Baduy berupa garis warna-warni dan motif yang terinspirasi dari alam.
Suku Baduy menggunakan kain tenun ini sebagai bahan utama pembuatan baju adat.
Terlebih lagi jika menyangkut dengan Suku Baduy Dalam yang masih memegang teguh aturan adat.
Pakaian harus terbuat dari kapas dan tidak boleh menggunakan mesin jahit dalam pembuatannya.
Untuk Suku Baduy dalam kain tenun yang di hasilkan didominasi dengan warna putih. Warna ini di artikan dengan suci dan aturan yang belum terpengaruh dengan budaya luar.
Sedangkan untuk masyarakat Baduy Luar, kain tenun akan di dominasi warna hitam dan biru tua menjadi warna yang sering di pakai.
Untuk kaum perempuan kain di gunakan dalam membuat baju adat yang memiliki bentuk menyerupai kebaya.
Jika kita ini melihat langsung kegiatan menenun Suku Baduy kita bisa mengunjungi Kampung Cibeo, salah satu kampung di Desa Kanekes.
Di kampung ini, wisatawan dapat belajar dan mempelajari rumitnya proses pembuatan kain yang di lakukan dengan cara menenun.
Bambu dan bilah-bilah kayu yang saling beradu serta menyelipkan benang dalam alat tradisional membuat wisatawan akan kesulitan saat melakukan kegiatan menenun.
Satu yang menarik, kegiatan menenun hanya boleh dilakukan oleh kaum perempuan saja.
Konon jika pihak laki-laki terkena alat tenun apalagi mencoba kegiatan tradisi ini maka laki-laki tersebut akan berubah perilakunya menjadi seperti perempuan.
Karena sangat unik, jika ingin berkunjung ke Kampung Baduy, jangan lupa untuk membeli kain tenun khas Baduy.
Harga jual tenun Baduy sangat terjangkau, yaitu berkisar Rp 800 ribu hingga Rp 1 juta.
Bagi yang berminat membeli kain tenun itu, warga di sekitaran perkampungan Baduy berperan menjadi perajin dan penjualnya.
Selain karena keunikannya, pamor tenun Baduy mulai naik manakala beberapa desainer fesyen kenamaan menjadikan tenun itu sebagai bahan dasar karya mereka.
Untuk membuat sehelai kain tenun berukuran 32 meter persegi rata-rata di butuhkan waktu sekitar satu minggu.
Demikian sedikit informasi mengenai kain tenun baduy beserta sejarah nya yang wajib kita ketahui mengenai kain tenun ini.