RADARCIREBON .TV – Dalam sejarah panjang Nusantara, hanya segelintir perempuan yang disebut secara eksplisit dalam kitab-kitab kuno sebagai kunci perubahan besar dalam perpolitikan kerajaan.
Di antara nama-nama yang samar dan tenggelam dalam zaman, satu nama tetap bersinar terang: Ken Dedes. Ia bukan hanya ratu pertama Kerajaan Singhasari, tetapi juga perempuan yang, menurut naskah Pararaton, ditakdirkan “melahirkan raja-raja di tanah Jawa.”
Bukan karena pangkat atau keturunan Ken Dedes diangkat tinggi oleh sejarah, tetapi karena kecantikannya yang luar biasa, aura mistis dari tubuhnya, dan peran sentralnya dalam kisah berdarah perebutan kekuasaan antara para bangsawan dan rakyat biasa yang penuh intrik, cinta, pembunuhan, dan kutukan.
Gadis Brahmana yang Diculik
Baca Juga:Ki Bagus Rangin, Perang Kedongdong dan Sejarah Perjuangan Rakyat Cirebon Melawan BelandaBung Tomo dan Kisah Spartan Indonesia, Kisah Pertempuran Surabaya 10 November 1945
Kisah Ken Dedes dimulai di wilayah Panawijen, yang kini masuk dalam kawasan Kabupaten Malang, Jawa Timur. Ia adalah putri dari seorang pendeta Buddha terkemuka bernama Mpu Purwa. Dalam tradisi Jawa, keluarga brahmana dihormati sebagai penjaga ilmu dan kebijaksanaan, dan Ken Dedes tumbuh dalam lingkungan spiritual, pendidikan, dan moral yang kuat.
Namun hidupnya berubah drastis ketika penguasa Tumapel, Tunggul Ametung, melihat kecantikannya dan memutuskan untuk menjadikannya istri. Tanpa restu Mpu Purwa, Ken Dedes diboyong secara paksa ke istana Tumapel, meninggalkan masa muda dan dunianya yang damai.
Kejadian itu membuat Mpu Purwa diliputi kesedihan dan rasa kehilangan yang mendalam. Dalam beberapa versi legenda, ia kemudian moksa atau menghilang secara spiritual, menyimbolkan kekecewaan dan ketakberdayaan orang tua saat anaknya direbut paksa oleh kekuasaan.
Ken Dedes dan Cahaya Teja: Pertanda Ilahi
Di istana Tumapel, Ken Dedes hidup dalam kemewahan tetapi juga keterpaksaan. Ia adalah istri resmi, tetapi hubungan dengan Tunggul Ametung tidak dilandasi cinta. Namun, kehadirannya di istana segera menarik perhatian banyak mata. Sebab dari tubuhnya memancar cahaya aneh, yang oleh masyarakat disebut sebagai “teja”—cahaya suci yang hanya dimiliki oleh sosok pilihan dewa.
Dalam Pararaton, suatu hari ketika Ken Dedes sedang turun dari keretanya, pakaiannya tersingkap oleh angin. Seorang pemuda bernama Ken Arok yang kebetulan hadir di sana melihat cahaya yang memancar dari pahanya, bukan sekadar kecantikan biasa. Ia pun berkonsultasi kepada seorang resi bernama Lohgawe, yang memperkuat keyakinannya:
“Siapa pun lelaki yang menikahi perempuan itu, ia akan menurunkan raja-raja besar di tanah Jawa.”
Kalimat ini mengubah sejarah Jawa selamanya.
Ciri Fisik Ken Dedes: Bidadari Tanah Jawa
Meski tak ada lukisan asli dari era Singhasari, berbagai karya sastra dan tafsir budaya menggambarkan Ken Dedes sebagai puncak kecantikan perempuan Jawa. Ia memiliki:
Baca Juga:Tak Hanya Ono, Maulana Yusuf PKB Juga Kritik KDM Soal Hibah PesantrenDaripada Nyenggol Jakarta, Mang Ono Minta KDM Fokus Urus Jawa Barat Saja
Kulit kuning langsat cerah, dengan cahaya alami yang membuat wajahnya tampak bercahaya.
Wajah oval dan proporsional, seimbang antara kelembutan dan wibawa.
Mata besar dengan sorot teduh, namun tajam dan penuh daya tarik spiritual.
Rambut panjang hitam legam, selalu disanggul sesuai tata rias bangsawan.
Postur tubuh anggun, leher jenjang, dan tinggi semampai, menunjukkan kelas dan kewibawaan.
Dan yang paling ikonik: cahaya “teja” dari bagian paha, yang dipercaya sebagai pertanda keniscayaan takhta.
Deskripsi itu tidak hanya berasal dari teks kuno, tetapi juga dituangkan dalam bentuk simbolis melalui arca Prajnaparamita, yang ditemukan di kompleks Singhasari dan diyakini banyak sejarawan sebagai penggambaran Ken Dedes secara spiritual.
Ken Arok dan Kudeta Berdarah
Keyakinan bahwa Ken Dedes adalah pintu menuju kekuasaan membuat Ken Arok menyusun rencana besar. Ia memesan sebuah keris pusaka dari Mpu Gandring, namun karena terburu-buru dan tak sabar, ia malah membunuh Mpu Gandring sebelum keris selesai.
Keris itulah yang kemudian digunakan untuk membunuh Tunggul Ametung, dan tak lama setelah itu, Ken Arok memperistri Ken Dedes, serta memproklamirkan diri sebagai penguasa Tumapel. Langkah ini menandai berdirinya Kerajaan Singhasari (1222 M) dan awal dari dinasti baru yang kelak melahirkan Majapahit.
Namun, keris itu membawa kutukan. Sebelum meninggal, Mpu Gandring meramalkan bahwa keris itu akan merenggut tujuh nyawa, termasuk nyawa Ken Arok sendiri. Dan benar saja, putra tiri Ken Arok dari Tunggul Ametung, Anusapati, membalas dendam kepada ayah tirinya dengan menggunakan keris yang sama.
Intrik Istana dan Keturunan Berdarah Raja
Setelah Ken Arok terbunuh, tahta berpindah ke tangan Anusapati. Namun, kutukan keris tak berhenti di situ. Perebutan kekuasaan terus terjadi antar keturunan Ken Dedes, dan darah terus tumpah di balik tembok kerajaan.
Namun yang tak bisa dibantah adalah dari rahim Ken Dedes lahir para raja besar. Keturunan biologis dan spiritualnya menjalar ke berbagai dinasti, termasuk Ranggawuni, Kertanegara, hingga akhirnya Raden Wijaya, pendiri Kerajaan Majapahit yang agung.
Ken Dedes dalam Literatur dan Arkeologi
Nama Ken Dedes disebut secara eksplisit dalam:
Pararaton (Kitab Raja-Raja): menyebut asal-usul, penculikan, cahaya teja, dan peristiwa kudeta.
Nagarakretagama: menyiratkan garis keturunan spiritual dan kerajaan dari Singhasari ke Majapahit.
Kidung Panji Wijayakrama dan Kidung Harsawijaya: menceritakan silsilah dan perluasan pengaruh anak-anak Ken Dedes.
Arca Prajnaparamita (1250 M): ditemukan di Candi Singhasari dan dipercaya sebagai lambang spiritual Ken Dedes, digambarkan sebagai dewi kebijaksanaan dalam posisi duduk tenang, berpakaian bangsawan, penuh kelembutan dan agung.
Warisan Tak Terhapuskan
Ken Dedes bukan hanya perempuan yang mempertemukan takdir dan kekuasaan. Ia adalah simbol dari kekuatan feminin dalam sejarah, yang seringkali tersembunyi di balik nama-nama lelaki yang mencatat sejarah di atas batu.
Ia tidak berperang di medan laga, namun dari paras dan auranya, lahirlah perang dan kerajaan. Ia tidak menulis naskah sejarah, namun namanya ditulis oleh para raja sebagai asal-usul kejayaan mereka.
Penutup: Bukan Sekadar Ratu, tapi Poros Peradaban
Di tengah catatan sejarah yang didominasi oleh laki-laki, nama Ken Dedes muncul sebagai simbol perubahan dan harapan. Ia menunjukkan bahwa satu perempuan bisa menjadi kunci sejarah, bahkan tanpa mengangkat senjata. Dari seorang gadis brahmana yang diculik, menjadi ratu, lalu menjadi ibu dari para raja yang membentuk kejayaan tanah Jawa.
Sejarawan modern melihat Ken Dedes sebagai representasi kekuasaan perempuan dalam struktur kerajaan Jawa kuno—terlihat, namun sering tak dinyatakan secara eksplisit. Namun lewat cahaya, legenda, dan darah para penerusnya, Ken Dedes telah memastikan bahwa jejaknya tidak akan pernah padam.