RADARCIREBON.TV – sebuah momen yang bukan hanya mengakhiri ribuan tahun sejarah Romawi, tapi juga mengubah wajah dunia selamanya.
29 Mei 1453: Hari Ketika Dunia Lama Terbenam
Bayang-Bayang Kematian Kekaisaran
Kekaisaran Bizantium dulunya adalah pusat peradaban. Ia adalah warisan terakhir dari kekaisaran Augustus, Hadrian, dan Konstantinus Agung. Namun pada abad ke-15, Bizantium tinggal sebuah bayangan: sebuah kota kuno dengan tembok legendaris dan sedikit wilayah tersisa di semenanjung kecil Konstantinopel. Dari ratusan provinsi, kekuasaan kaisar tinggal seluas kota itu sendiri.
Di dalam tembok kota itu, Konstantinus XI Palaiologos, sang kaisar terakhir, tahu bahwa ajal kekaisaran sudah dekat. Namun dia menolak melarikan diri. Ia memilih tetap bertahan.
Sang Penakluk Muda
Baca Juga:Catatan Sejarah, Runtuhnya Romawi Kekaisaran Terbesar Dalam Sejarah Dunia (Bag 1)Dari Anak Lorong ke Raja Lapangan: Kisah Lamine Yamal, Bintang yang Dulu Menatap Langit
Di seberang selat Bosporus, Sultan Mehmed II — baru berusia 21 tahun — sudah lama menatap kota itu. Dia bukan hanya ingin merebut ibu kota musuh. Mehmed menginginkan warisan Roma. Baginya, menaklukkan Konstantinopel berarti mewujudkan nubuat Nabi Muhammad: “Kota Konstantinopel akan jatuh ke tangan kaum Muslim. Sebaik-baik pemimpin adalah pemimpinnya, dan sebaik-baik pasukan adalah pasukannya.”
Mehmed membawa lebih dari 80.000 pasukan, termasuk pasukan elit Janissari, pasukan berkuda, tentara bayaran Eropa, dan yang paling menakutkan: meriam raksasa bernama Basilica, yang panjangnya hampir 8 meter, mampu melontarkan batu seberat 600 kg. Meriam ini dirancang oleh Orban, insinyur Hungaria yang dulu sempat ditolak oleh Bizantium karena kekurangan dana.
Tembok Legendaris yang Terkepung
Pada 6 April 1453, meriam itu mulai menyalak. Selama 53 hari, kota dihujani batu, api, dan maut.
Konstantinopel masih punya harapan. Tembok Theodosius, dibangun pada abad ke-5, terbukti kuat menahan puluhan serangan selama berabad-abad. Namun kini, meriam gunung buatan Orban mulai membuat retakan pada pertahanannya.
Konstantinus XI hanya memiliki sekitar 7.000 pasukan, sebagian besar relawan dan tentara bayaran dari Genoa dan Venesia. Salah satunya adalah Giovanni Giustiniani, komandan Genoa yang melindungi benteng utama. Tapi pasukannya sedikit. Makanan mulai menipis. Harapan hampir lenyap.
Janji dan Pengkhianatan
Konstantinus XI berharap pertolongan dari Barat — terutama dari Paus dan kerajaan Katolik — tapi dunia Kristen sendiri terpecah oleh Skisma Besar 1054: Roma dan Konstantinopel tak lagi bersatu.