RADARCIREBON.TV – Setelah hampir satu dekade berlalu sejak namanya mengguncang jagat nasional dengan janji penggandaan uang dan dugaan terkibat kasus pembunuhan berencana, Dimas Kanjeng Taat Pribadi kini kembali menghirup udara bebas.
Pada April 2025, ia dinyatakan bebas bersyarat setelah menjalani dua per tiga dari hukuman 18 tahun penjara yang dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri setempat pada 2016
Dulu, nama Kanjeng Dimas begitu terkenal, video potongan ia mengeluarkan uang dari belakang jubah nya begitu menghipnotis karena tak habis-habis,l.
Baca Juga:Juni Bahagia, Ada Diskon Listrik Setengah Harga, Full Senyum Penuh DayaFix Gak Masuk Akal, Main Mobile Legends di PC Tanpa Emulator, Tanpa Ribet, Tanpa Nangis
Lalu bagaimana sepak terjang Kanjeng Dimas sebelum kasus ini terungkap dahulu- Di sebuah sudut Jawa Timur, di antara sawah, truk diesel, dan poster caleg gagal, berdirilah sebuah padepokan agung: rumah spiritual, tempat mujizat diperdagangkan seperti voucher pulsa. Di sana bertahta seorang manusia—bukan nabi, bukan wali, bukan auditor BI—tapi Kanjeng Dimas Taat Pribadi, sang Maha Pengganda Uang. Di tangannya, uang bisa tumbuh seperti jamur di musim hujan.
Tidak, dia bukan lulusan Harvard. Tidak pula ia jebolan Dukun Academy. Tapi ia punya sesuatu yang lebih sakti: kepercayaan masyarakat Indonesia akan jalan pintas.
Dengan modal sorban, dada dibusungkan, dan jargon-jargon semi-relijius, Kanjeng Dimas berhasil menebar satu fatwa keramat: “Serahkan uangmu, dan Tuhan akan menggandakannya. Lewat aku.”
Maka datanglah para jemaah dari segala kalangan. Ada PNS, pengusaha, anggota TNI, bahkan ustaz yang nyambi cari cuan.
Uang-uang mereka masuk koper, dilapisi kain putih seperti jenazah, didoakan semalaman, dan besoknya…
…KOPER MASIH KOSONG.
Tapi Kanjeng tersenyum. “Ini baru uji keimanan,”. Dan umatnya percaya. Bahkan beberapa malah setor ronde kedua.
Di negeri ini, kalau dukun menggandakan uang, itu disebut khurafat. Tapi kalau yang melakukan adalah orang bercadar putih dengan pasukan, itu disebut karomah. Dan karomah Dimas berjalan mulus, hingga ia bisa hidup seperti sultan:
Baca Juga:Kopdes: Ketika Desa Disulap Jadi Holding Company dan Pengurus Koperasi Punya Beban Layaknya CEO Bank DuniaBlusukan Demi Data: Dari Sampah ke Jalan Berlubang, Semuanya Dicatat
Mobil mewah, ajudan berbaju loreng, dan para pengikut yang memanggilnya guru besar.
Namun seperti kisah klasik para nabi palsu, akan selalu ada murid yang cerdas. Mereka bertanya, “Uangku mana, Cak?”
Dan Cak Dimas menjawab: dengan kasus yang kala itu dihadapinya
Dua pengikut yang mulai berpikir kritis dikirim ke alam baka. Meskipun dalam beberapa kesempatan Kanjeng Dimas membantah atas tuduhan tersebut kepadanya. Rupanya, bertanya soal audit keuangan di padepokan adalah dosa besar.
Salah satu murid, Abdul Gani, terlalu vokal. Ia meminta uangnya kembali dan mengancam akan membongkar segalanya ke polisi. Maka, hidupnya pun tak lama, sang kiai mengangkat tangan, bukan untuk berdoa, tapi untuk memberi instruksi: “Eksekusi. Tapi gaib.”
Versi resminya? Abdul Gani disantet. Diracun lewat jalur spiritual. Kalau santet gagal, metode darat siap digunakan: dijemput dan dibunuh.
Setelah pembunuhan Gani, korban berikutnya menyusul. Ismail Hidayah, pengikut setia yang mulai sadar bahwa koper mukjizat itu hanya berisi mimpi.
Dan ketika mimpi bertabrakan dengan kenyataan, yang mati bukan hanya harapan—tapi orangnya sekalian
Polisi akhirnya datang. Mereka tak menemukan surga, tapi menemukan lemari penuh uang palsu, mesin printer, dan kardus bekas mie instan berisi.
Tidak ada mukjizat. Yang ada hanya penipuan dengan kostum religius. Dan bangsa ini, dengan sejarah panjang percaya pada tuyul, pesugihan, dan babi ngepet, akhirnya terperosok ke dalam skema Ponzi yang dibumbui doa.