Hakim MK: Benar Engga si PPDS Seperti Barak Militer

foto:tvonenews.com
foto:tvonenews.com
0 Komentar

RADARCIREBON.TV Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Enny Nurbaningsih mengonfirmasi langsung mengenai benar atau tidaknya ada perundungan (bullying) kepada dokter yang mengikuti program pendidikan dokter spesialis (PPDS). Hakim Enny bertanya langsung kepada dokter spesialis senior yang ada di ruang sidang MK.

Momen itu terjadi saat sidang nomor perkara 111/PUU-XXII/2024 pada Kamis, 23 Mei 2025. Enny bertanya kepada tiga dokter spesialis, yakni dokter spesialis bedah saraf di Departemen Bedah Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (Undip) Zainal Muttaqin, dokter spesialis anak RSCM Piprim Basarah Yanuarso, dan dokter jantung di Rumah Sakit Harapan Kita bernama Renan Sukmawan.

Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih mencecar tiga dokter spesialis, yakni Piprim Basarah, Zainal Muttaqin, dan Renan Sukmawan, terkait peristiwa perundungan dalam Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS).

Baca Juga:Tanggal 29 Mei Libur Apa? Ada Long Wekeend di Akhir Pekan Hinga Diawal JuniKonvoi Kemenangan Persib Juara Liga 1, Ribuan Bobotoh Memenuhi Padati Jalan Kota Cirebon

“Saya ingin mendapatkan jawaban yang jujur, karena ini menyangkut soal kesehatan, soal nyawa ya,” kata Enny dalam sidang yang digelar di MK, Jakarta, Kamis (22/5/2025).

Ketiga dokter itu menjadi saksi dalam perkara nomor 111/PUU-XXIII/2025 uji materi UU Kesehatan tersebut.

Enny menjelaskan bahwa dia mendapatkan informasi yang cukup banyak terkait dugaan perundungan dalam PPDS, seperti kekerasan fisik dan verbal yang sistemik, serta pungutan yang tidak sesuai.

“Saya ingin mendapatkan kejujurannya selama mengikuti PPDS ini, benar enggak sih sebetulnya di sana itu seperti barak militer, sehingga hubungan antara senior-junior itu begitu kuatnya, seolah-olah gunung es yang tidak bisa diruntuhkan?” tanya Enny.

“Itu (perundungan) sejauh ini seperti apa, Pak? Karena ini menyangkut pendidikan yang sangat penting, benar nggak itu terjadi?” sambungnya.

Zainal Muttaqin, sebagai dokter spesialis bedah saraf, memastikan bahwa di tempat dia mengajar, yakni di Departemen Bedah Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (UNDIP), perundungan itu tidak ada.

“Kalau saya bercerita tentang departemen saya sendiri, itu kami bersepakat bahwa pendidikan tidak boleh melakukan hal-hal yang buruk seperti itu. Perundungan adalah perbuatan yang tidak boleh dilakukan siapa pun, itu perbuatan buruk,” ucapnya.

Baca Juga:Kapan Pengumuman UTBK SNBT? Pengumuman UTBK SBNT 2025 Pada 28 Mei 2025 Mulai Pukul 15.00Kiper Persib Kevin Ray Mendoza Pamit Tinggalkan Persib Musim Liga 1 2024/2025

Walaupun begitu, Zainal masih merasakan adanya tambahan jadwal jaga sebagai hukuman bagi peserta didiknya.

“Bapak enggak boleh bohong ya di sini,” tanya Enny, kemudian mengalihkan pertanyaan kepada Piprim Basarah Yanuarso.

Dokter spesialis anak ini mengatakan bahwa ada dua jenis perundungan yang bisa dilihat, misalnya perundungan yang nyata dan perundungan karena beban pekerjaan. “Kalau bullying sesungguhnya, misalnya peserta didik disuruh membayari tagihan apa gitu,” kata Piprim.

“Yang saya pernah tahu itu, misalnya disuruh melengkapi pembelian mebel, kemudian penggantian ban mobil seperti itu,” tanya Hakim Enny.

“Itu true bullying, Yang Mulia, dan itu tidak terjadi di sepanjang saya mengalami pendidikan di RSCM, tidak pernah adanya yang namanya seperti itu,” kata Piprim.

Hal yang pernah diterima Piprim adalah beban tambahan pekerjaan untuk kepentingan pasien, seperti mengecek secara mendetail terkait kondisi pasiennya.

0 Komentar