Tragedi Longsor Gunung Kuda Tewaskan 17 Orang: Polda Jabar Selidiki Dugaan Kelalaian SOP

Kabid Humas Polda Jabar
Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Pol Hendra Rochmawan menyampaikan perkembangan penanganan longsor Gunung Kuda
0 Komentar

RADARCIREBON.TV — Duka mendalam menyelimuti Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, setelah insiden tragis longsor di kawasan tambang galian C Gunung Kuda menewaskan sedikitnya 17 orang pekerja tambang.

Peristiwa tersebut terjadi secara tiba-tiba ketika sejumlah pekerja sedang melakukan aktivitas pengerukan tanah. Dalam hitungan detik, tebing tinggi di sekitar area pengerukan runtuh dan menimbun para pekerja orang yang berada di bawahnya.

Peristiwa memilukan ini memantik reaksi cepat dari Kepolisian Daerah Jawa Barat (Polda Jabar) yang langsung menerjunkan tim untuk melakukan evakuasi, pengamanan lokasi, dan penyelidikan mendalam guna mengungkap penyebab utama terjadinya bencana tersebut.

Baca Juga:Korban Tewas Longsor Gunung Kuda Jadi 17 Orang, Ini Daftar Korban Terbaru Longsor Gunung KudaGubernur Sudah ke Lokasi Longsor, Bupati Masih di Manado — Wabup Cirebon Jadi Pejabat Paling Sibuk

Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Pol Hendra Rochmawan, dalam keterangannya pada Sabtu (31/5), mengungkapkan bahwa dugaan awal penyebab longsor tersebut mengarah pada kelalaian dalam penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) dalam aktivitas tambang yang dijalankan oleh pihak pengelola. Ia menegaskan bahwa terdapat indikasi kuat bahwa metode pengerukan yang digunakan di lokasi sangat berisiko dan tidak sesuai dengan kaidah keselamatan kerja tambang.

“Memang kita banyak sekali lokasi tambang seperti di Papua, Kalimantan. Tapi kalau kita lihat sekilas, ini (galian C di Cirebon) untuk SOP pengerukan tanahnya, dia langsung fokus di bawah uratnya, sehingga risiko untuk jatuh (longsor) itu sangat besar,” ujar Hendra saat dihubungi wartawan.

Menurutnya, pendekatan seperti itu sangat berbahaya karena menghilangkan penyangga alami tanah, sehingga membuat struktur tanah di atasnya menjadi tidak stabil. Jika SOP tersebut tidak diterapkan secara disiplin, maka potensi longsor akan meningkat, apalagi jika ditambah dengan kondisi cuaca ekstrem atau struktur tanah yang labil.

Dalam rangka mengumpulkan keterangan dan memastikan ada atau tidaknya unsur pidana dalam kejadian ini, penyidik dari Polda Jabar telah memeriksa sedikitnya enam orang saksi, termasuk pemilik tambang yang dikenal dengan nama Haji Karim, serta manajer operasional tambang dan beberapa pekerja teknis.

“Kita akan terus melakukan penyelidikan. Enam orang saksi sudah kita periksa. Ada dari pemiliknya, yaitu Haji Karim, kemudian manajer operasionalnya, lalu para pekerja yang memang berkompeten terhadap kegiatan itu,” tambah Hendra.

Ia juga menegaskan bahwa pihak kepolisian akan terus menggali keterangan dari pihak-pihak lain yang diyakini memiliki informasi relevan, termasuk warga sekitar, pengawas lapangan, dan pejabat terkait di bidang perizinan dan pengawasan tambang di daerah.

“Tentu pemeriksaan tidak akan berhenti di sini. Kita juga akan minta keterangan lagi kepada saksi-saksi lain yang ada. Kita ingin betul-betul mengetahui apakah kejadian ini murni kecelakaan atau ada unsur kelalaian atau pelanggaran hukum yang bisa dipertanggungjawabkan secara pidana,” tegasnya.

Baca Juga:Dedi Mulyadi: Anak Korban Saya Jamin Pendidikannya,Kehidupan Keluarga yang Ditinggalkan Juga Akan Kita JaminDedi Mulyadi Stop Perpanjangan dan Ijin Baru Tambang di Jawa Barat

Longsor terjadi pada hari Jumat (30/5) tersebut menimbun sejumlah alat berat dan para pekerja tengah melakukan aktivitas di dasar tebing galian. Tiba-tiba tebing setinggi lebih dari 20 meter longsor dan menimbun area kerja. Suara gemuruh tanah dan batu menghentak suasana, membuat para pekerja yang selamat panik dan berusaha menyelamatkan diri.

Tim gabungan dari BPBD, TNI, Polri, serta relawan SAR lokal dikerahkan tak lama setelah kejadian dilaporkan. Evakuasi berlangsung menegangkan, dengan medan yang sulit, minim akses, serta risiko longsor susulan. Sampai dengan saat ini tim berhasil menemukan 17 jenazah korban tertimbun dalam kondisi mengenaskan. Sejumlah korban lainnya mengalami luka-luka dan dirawat di rumah sakit setempat.

Tragedi ini memunculkan pertanyaan besar mengenai pengawasan dan legalitas tambang galian C di Kabupaten Cirebon. Warga setempat menyebut bahwa aktivitas pertambangan di kawasan Gunung Kuda telah berlangsung bertahun-tahun, namun mereka tidak mengetahui secara pasti apakah tambang tersebut berizin atau tidak.

Sejumlah tokoh masyarakat bahkan menyuarakan agar pemerintah daerah dan aparat penegak hukum melakukan audit total terhadap seluruh tambang galian C di wilayah tersebut, guna mencegah kejadian serupa terulang di masa depan.

Pemerintah Kabupaten Cirebon menyampaikan duka mendalam atas peristiwa ini dan berjanji akan mengevaluasi seluruh kegiatan pertambangan di wilayahnya. Bupati Cirebon dalam pernyataannya mengatakan bahwa keselamatan warga harus menjadi prioritas, dan tambang-tambang ilegal maupun yang tidak patuh pada SOP harus segera ditindak.

Seiring dengan berjalannya proses penyelidikan oleh Polda Jabar, publik kini menanti langkah tegas dari aparat penegak hukum. Jika terbukti terjadi kelalaian atau pelanggaran prosedur yang menyebabkan hilangnya nyawa, maka bukan tidak mungkin pemilik usaha atau pengelola tambang akan dijerat dengan pasal pidana.

Kombes Pol Hendra Rochmawan menegaskan bahwa pihaknya akan bertindak profesional dan transparan, serta tidak akan segan membawa kasus ini ke jalur hukum jika ditemukan bukti kuat.

“Kami tidak akan menutup-nutupi. Bila ditemukan pelanggaran, tentu akan ada proses hukum. Ini bukan hanya soal tambang, tapi nyawa manusia yang jadi korban,” pungkasnya.

0 Komentar