Pesantren Kelola Tambang: Bahlil Baru Minta Arahan Presiden, Cirebon Sudah Dapat Percontohan

Pesantren Kelola Tambang
Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia menyebut pihaknya sedang menunggu petunjuk terkait aturan pengelolaan tambang oleh pesantren.
0 Komentar

RADARCIREBON.TV – Wacana pemerintah memberi izin kelola tambang kepada pesantren baru saja jadi headline, tapi bumi Gunung Kuda menjawab lebih cepat dengan tragedi nyata.

Sebuah tambang resmi di kawasan tersebut dilaporkan longsor, menimbun para pekerja dan mengguncang kepercayaan publik. Diketuai, tambang di Gunung Kuda dikelolah oleh dua pesantren besar lewat Koperasinya.

Padahal, menurut catatan, tambang ini sudah mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP). Artinya, semua prosedur legal telah dipenuhi. Namun, ternyata izin di atas kertas tak cukup kuat menahan tanah yang labil – atau logika yang goyah.

Baca Juga:Dua Tersangka Gunung Kuda Ditunjukan, Ini Fakta-fakta Hasil Penyelidikan PolisiTerbaru, Ini Daftar Lengkap Sementara Korban Longsor Gunung Kuda Jadi 19 Orang 

“Ini tambang legal, lengkap dokumennya. Tapi longsornya juga legal, lengkap korbannya,” ujar seorang warga dengan nada getir.

Ironisnya, musibah ini terjadi hanya beberapa waktu setelah Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyatakan akan meminta arahan Presiden Prabowo soal kemungkinan pesantren ikut mengelola tambang, menyusul ormas keagamaan seperti NU dan Muhammadiyah yang sudah diberikan IUP.

“Kalau tambang resmi saja bisa longsor, bagaimana nanti kalau santri disuruh turun ke lubang tambang sambil bawa kitab kuning?” tulis seorang pengguna media sosial. “Apa nanti IUP-nya disertai doa tolak bala?”

Menurut laporan awal, penyebab longsor diduga akibat kelalaian teknis. Namun, masyarakat menganggap ini sebagai peringatan dini dari alam atas kebijakan yang terlalu gegabah.

Ini bukan salah pesantren, tapi salah nalar. Ketika tambang dianggap bisa dikelola siapa saja asal pakai peci dan membawa niat baik, maka bencana tinggal menunggu waktu

Warga menyatakan empati kepada para korban, namun juga mendesak pemerintah untuk tidak menabrak logika demi politik simbolik. Mereka khawatir semangat “keadilan tambang” yang digembar-gemborkan Bahlil justru akan membuka babak baru eksploitasi – baik terhadap alam maupun lembaga keagamaan.

Musibah ini menimbulkan tanda tanya besar: jika tambang resmi saja masih longsor, apakah negara sudah benar-benar siap memperluas izin ke entitas non-teknis seperti pesantren?

Baca Juga:Korban Meninggal Jadi 18 Orang, Ono Setuju Dengan Gubernur Soal Penutupan Gunung KudaPemilik dan Kepala Teknik Tambang Gunung Kuda Jadi Tersangka, Dijerat Pasal Berlapis

Atau mungkinkah Gunung Kuda sudah cukup menjadi percontohan – bukan soal keberhasilan, tapi soal peringatan keras: bahwa tambang bukan tempat main-main, apalagi tempat cari pahala cepat lewat batu dan kerusakan alam.

0 Komentar