RADARCIREBON.TV- Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk menciptakan suasana belajar dan proses pembelajaran, agar peserta didik secara aktif dapat mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan kepribadian kecerdasan, pengendalian diri, akhlak Yang mulia, serta keterampilan yang diperlukan oleh dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Kebijakan yang dibuat oleh Dedi Mulyadi mulai dari mengirim anak nakal ke barak militer hingga tidak ada PR, disebut oleh Wamendiknasman harus sesuai UU Sisdiknas.
Kebijakan KDM Yang Dinilai Tidak Sesuai
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi yang kerap disapa KDM atau Kang Dedi Mulyadi, membuat kebijakan menyangkut pendidikan yang tidak sesuai dibanding kepala daerah umumnya, mulai dari wajib pelatihan di barak militer untuk siswa nakal, sampai sekolah tidak boleh memberi PR ke murid.
Baca Juga:Wow! Cuma Modal HP Bisa Dapet Uang Tambahan, Kok Bisa?Rekomendasi Handphone Murah, Dijamin Gabikin Dompetmu Jebol
Pada tanggal 1 Mei 2025, Dedi Mulyadi mengirim sebanyak 272 siswa yang dianggap bermasalah dari daerah Bogor, Cianjur, dan Depok, untuk mengikuti pendidikan barak militer.
Kebijakan yang digagas oleh Gubernur Jawa Barat tersebut menyasar peserta didik dengan perilaku khusus seperti, mabuk, merokok, tawuran dan bahkan pengguna knalpot brong.
Atas kebijakannya tersebut, banyak menuai pro dan kontra yang ada. Komnas HAM termasuk yang tidak menyetujui program tersebut, karena menilai pendidikan siswa bukan wewenang TNI, sementara menteri HAM Natalius Pigai mendukung penuh program Dedi Mulyadi untuk mengirim siswa yang sering berbuat onar dan tawuran ke barak militer, untuk di bina karakter, mental, dan juga kedisiplinannya.
Bukan hanya program barak militer, Dedi Mulyadi juga membuat kebijakan baru di sektor pendidikan yaitu, jam malam untuk siswa, tidak boleh memberi PR, dan jam masuk sekolah pukul 06.30. Sebelumnya Gubernur Jawa Barat tersebut juga melarang kegiatan wisuda untuk kelulusan murid dari TK hingga SMA.
Peraturan jam malam yang ditetapkan oleh Dedi Mulyadi adalah larangan aktivitas pelajar mulai pukul 21.00 wib hingga 04.00 wib.
Dedi Mulyadi juga melarang guru-guru di Jawa Barat untuk memberikan pekerjaan rumah atau PR kepada siswa mereka.
Menurut Dedi Mulyadi, Hal tersebut dilakukan demi efektivitas belajar. Karena menurutnya selama ini PR siswa yang dibawa ke rumah, kerap kali dikerjakan oleh orang tuanya.
Baca Juga:Mau Pinjam KUR BSI? Ini Syarat Yang Harus Anda PenuhiPenggemar iPhone Wajib Tau, Ini Review IOS 26 Terlengkap!!
Dengan demikian wakil menteri pendidikan dasar dan menengah (Wamendikdasmen) Atip Latiful Hayat menyatakan bahwa pemberian pekerjaan rumah bagi anak didik adalah ranahnya para pendidik.
Atip mengatakan bahwa pemerintah daerah sendiri memang memiliki ruang untuk menyusun kebijakan pendidikan, namun harus tetap berpijak pada regulasi yang berlaku, serta melakukan koordinasi dengan pemerintah pusat.
Tentu saja menurut Atip hal tersebut penting dilakukan, mengingat pendidikan dasar dan menengah berada dalam kerangka kebijakan nasional yang sudah diatur dalam undang-undang, untuk dikerjasamakan dan menjadi tanggung jawab bersama antara pusat dan daerah.
Atip juga mengatakan bahwa keberadaan PR bukan hal yang bisa diputuskan secara seragam dari atas atau dari pemerintah pusat. Setiap daerah, setiap sekolah, dan juga setiap pelajar memiliki karakter yang berbeda dan harus disesuaikan dengan kebutuhan belajar dari siswa itu sendiri.
Tentu saja yang lebih memahami siswanya adalah para guru yang mengajar siswa tersebut.
Pada pasal 50 undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, pada ayat 1 menyebutkan bahwa pengelolaan sistem pendidikan nasional merupakan tanggung jawab menteri.
Kemudian pada ayat 2 menyebutkan bahwa, pemerintah menentukan kebijakan nasional dan standar nasional pendidikan untuk menjamin mutu pendidikan nasional.
Lalu ada ayat 3 yang berbunyi, pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional.
Ayat 4 berisi, pemerintah daerah provinsi melakukan koordinasi atas penyelenggaraan pendidikan pengembangan tenaga kependidikan, dan penyediaan fasilitas penyelenggaraan pendidikan lintas daerah kabupaten/kota untuk tingkat pendidikan dasar dan menengah.
Pada ayat 5 berisi, pemerintah kabupaten/kota mengelola pendidikan dasar dan pendidikan menengah, serta satuan pendidikan yang berbasis keunggulan lokal.
Kemudian di ayat 6 berisi, perguruan tinggi menentukan kebijakan dan memiliki otonomi dalam mengelola pendidikan di lembaganya.
Yang terakhir di ayat 7 berisi, ketentuan mengenai pengelolaan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, ayat 2, ayat 3, ayat 4, ayat 5, dan ayat 6, yang diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.