Dari Logam Menjadi Legenda, Ini Sejarah dan Kisah Epik Keris Di Nusantara

Keris Warisan Dunia
Pada 25 November 2005, UNESCO menetapkan keris sebagai “Masterpiece of the Oral and Intangible Heritage of Humanity”. Ini menegaskan bahwa keris bukan hanya milik Indonesia—tapi milik dunia,
0 Komentar

RADARCIREBON.TV – Keris bukan sekadar senjata—ia adalah pusaka, simbol spiritual, dan artefak budaya yang menyatu dengan jiwa Nusantara. Asal usulnya menembus kabut waktu, diyakini telah muncul sejak abad ke-9 hingga ke-14 Masehi.

Artefak-artefak awal yang menyerupai bentuk keris ditemukan di situs-situs arkeologi Jawa Tengah dan Jawa Timur, termasuk relief di Candi Borobudur dan Candi Prambanan.

Keris diperkirakan berkembang dari senjata pendek bermata lurus bernama “badik” atau “tumbak”, yang perlahan berevolusi menjadi bilah berlekuk unik yang dikenal sekarang. Puncak kejayaan keris terjadi di era Majapahit, ketika keris bukan hanya senjata, tapi juga benda sakral yang melambangkan kekuasaan dan kebijaksanaan.

Keris sebagai Simbol: Antara Dunia Nyata dan Gaib

Baca Juga:Lingga Nugraha, Empu Muda Pembuat Keris yang Lahir Kembali Setelah Vakum 200 TahunPembukaan Pameran Keris Dan Bursa Tosan Aji

Lebih dari sekadar besi tajam, keris dipercaya memiliki “isi”, yakni roh atau energi yang ditanamkan melalui ritual pembuatan oleh sang empu—pandai besi spiritual yang bekerja dengan doa, tapa, dan mantra.

Keris tak hanya digunakan untuk berperang, tapi juga untuk: Menjaga kehormatan dan wibawa pemiliknya. Menolak bala atau tolak sengkala. Menjadi simbol status sosial dan spiritual

Setiap keris memiliki dapur (bentuk bilah), pamur (motif pada bilah), dan warangka (sarung) yang khas—semuanya menyimpan makna filosofis. Ada keris lurus yang melambangkan kejujuran dan kestabilan, serta keris berlekuk (luk) yang melambangkan perjalanan hidup yang berliku.

Berikut Reretan Kisah Epik Keris dalam Sejarah Nusantara

1. Keris Mpu Gandring – Kutukan dan Kejatuhan

Salah satu kisah paling terkenal adalah tentang Keris Mpu Gandring, keris yang dibuat oleh seorang empu ternama di zaman kerajaan Singhasari. Konon, Ken Arok, seorang prajurit ambisius, memesan keris tersebut. Namun karena tak sabar, ia membunuh sang empu sebelum keris selesai. Dengan napas terakhirnya, Mpu Gandring mengutuk keris itu akan membawa kematian bagi tujuh turunan Ken Arok.

Keris itulah yang digunakan Ken Arok membunuh Tunggul Ametung dan merebut kekuasaan—namun akhirnya, keris yang sama juga menjadi alat pembunuhnya dan keturunannya, seperti ramalan sang empu.

Pesan Moralnya? Kekuasaan yang lahir dari darah, akan berakhir dalam darah pula.

2. Keris Setan Kober – Pedang Raja Perang

Keris ini disebut milik Pangeran Diponegoro, pahlawan besar Perang Jawa (1825–1830). Setan Kober diyakini memiliki kekuatan spiritual luar biasa—melindungi pemiliknya dari peluru dan bahaya. Nama “Setan Kober” berasal dari pengaruh kuatnya dalam pertempuran, seolah memberi “roh” pada pemiliknya untuk melawan pasukan kolonial yang lebih unggul persenjataannya.

3. Keris Kyai Nagasasra dan Kyai Sabuk Inten – Pusaka Kerajaan

Baca Juga:Jamasan Pusaka Keris & Kitab Peninggalan LeluhurJaga Kelestarian Pusaka Keris

Dua keris ini menjadi simbol utama kekuasaan raja-raja Mataram Islam. Kyai Nagasasra melambangkan kewibawaan dan kebijaksanaan, sedangkan Kyai Sabuk Inten berarti kekuatan spiritual yang membelenggu nafsu kekuasaan. Keduanya dianggap keris “kerajaan”, hanya boleh dimiliki oleh raja atau pewaris sah takhta.

Keris Warisan Dunia

Pada 25 November 2005, UNESCO menetapkan keris sebagai “Masterpiece of the Oral and Intangible Heritage of Humanity”. Ini menegaskan bahwa keris bukan hanya milik Indonesia—tapi milik dunia, sebagai warisan budaya yang hidup, mengalir dalam darah bangsa, dalam setiap upacara adat, pewayangan, hingga kehidupan sehari-hari.

Keris di Era Kini: Jiwa yang Tak Pernah Tumpul

Meski zaman telah berubah, keris tetap hidup—dalam koleksi, museum, pertunjukan budaya, hingga sebagai warisan keluarga. Di tangan para empu modern, keris masih ditempa bukan hanya dengan besi, tapi dengan niat dan nilai.

Keris bukan sekadar pusaka,

tapi cermin jiwa dan sejarah bangsa.

Ia tajam tak hanya di ujung bilah,

tapi juga dalam makna yang disimpan di tiap lekuk dan ukirannya.

Warisan ini terus bernafas—di tangan pewaris, di altar leluhur, dan di dada bangsa yang masih mengenang kejayaan dan pelajaran dari masa silam.

0 Komentar