“Remaja putri sebelum menikah sudah harus diberi edukasi dan tablet tambah darah. Saat hamil, ibu harus rutin minum zat besi. Ini semua harus terukur dan terdata,” katanya.
Wihaji bilang, dua masa paling penting dalam pencegahan stunting adalah saat bayi baru lahir dan setelah masa ASI eksklusif. Makanan tambahan setelah 6 bulan itu krusial banget. Kalau nggak terpenuhi, anak rentan banget kena stunting.
Target dari BKKBN juga nggak main-main: menjangkau 3,7 juta anak dengan fokus tetap di provinsi yang punya jumlah kasus paling tinggi.
Baca Juga:Kapolresta Cirebon Sentuh Langsung Warga Dan Anak Stunting – VideoBalita Resiko Stunting Diberi Ikan – Video
Tapi semua ini, katanya, nggak akan berhasil kalau daerah nggak ikut turun tangan. “Kita tak bisa hanya mengandalkan pusat. Dinas kesehatan, dinas sosial, semuanya harus aktif. Ini bukan kerja satu lembaga,” tegasnya.
DPR: Anggaran Sudah Besar, Tapi Hasil Belum Maksimal
Di sisi lain, Anggota Komisi IX DPR RI, Edy Wuryanto, kasih catatan penting. Dia bilang angka stunting nasional memang turun jadi 19,4%, tapi target pemerintah seharusnya bisa sampai 14% di 2024. Artinya, program yang jalan sekarang belum maksimal.
Menurut Edy, program Percepatan Penurunan Stunting selama lima tahun terakhir belum efisien. Padahal anggarannya besar banget, sampai triliunan rupiah.
Dia juga menyoroti kalau program buat ibu hamil dan menyusui masih rendah banget jangkauannya, padahal mereka itu kelompok paling krusial. Harusnya target dan cara kerjanya dirombak biar lebih tepat sasaran.
Edy juga kritik soal bantuan makanan tambahan yang kadang malah mubazir. Banyak yang nggak cocok dengan kebutuhan lokal. “Kalau mau efektif, makanan tambahan harus sesuai budaya dan kebutuhan lokal, bukan sekadar roti yang akhirnya malah dibagi ke tetangga atau dibakar,” katanya.
Terakhir, dia minta pembagian peran antar lembaga lebih jelas. Jangan ada kepala daerah yang anggap urusan stunting itu cuma tanggung jawab pemerintah pusat. “Semua punya peran. Jangan saling lempar tugas,” tutupnya.