Tesso Nilo: Ketika Negara Turun Tangan, Hutan pun Menyala Harapan

Satgas PKH membongkar tanaman sawit yang ditanam didalam areal TNTN
Satgas PKH membongkar tanaman sawit yang ditanam didalam areal TNTN menggunakan alat berat Foto: IG TNTN
0 Komentar

RADARCIREBON.TV – Di tengah napas lembab hutan Sumatra, Tesso Nilo berdiri seperti luka yang belum sembuh. Dihiris pelan-pelan oleh gergaji mesin, diinjak oleh roda traktor, dan ditikam oleh sunyi kebijakan yang datang terlambat. Namun kini, kabar dari jantung rimba itu berubah. Negara, yang dulu terasa jauh, kini datang membawa tenda, plang, dan peringatan keras. Hutan ini—yang telah terlalu lama dibisukan—akhirnya didengar.

Sejak Mei 2025, sebuah tim gabungan turun ke lapangan. Mereka bukan hanya datang dengan kamera dan catatan, tapi juga dengan ultimatum dan langkah hukum. Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH), dipimpin oleh TNI, KLHK, Kejagung, dan Polri, mulai menyisir 81 ribu hektare lahan yang selama ini diklaim sawit, padahal statusnya hutan nasional. Tiga bulan diberikan kepada para perambah: kosongkan, atau kami bongkar.

Tak lagi sekadar retorika, eksekusi pun dimulai. Di antara desau angin dan teriakan burung kuau, alat berat milik negara mencabut akar sawit. Pondok liar dibakar, papan-papan pemberitahuan dipasang di tiap jalur masuk ilegal. Hukum kini tak hanya dibaca—ia dijalankan.

Baca Juga:Taman Nasional Tesso Nilo: Surga Biodiversitas yang Kian Terhimpit SawitMenjelajahi Keindahan Tersembunyi Taman Nasional Ujung Kulon: Surga Tersembunyi di Ujung Barat Jawa

Lebih dari sekadar membersihkan lahan, pemerintah juga membidik aktor-aktor di balik tirai rimbun. Tim Penyidik KLHK dan Kejagung kini melacak siapa yang menguasai lahan ilegal, siapa pemodal di balik kebun sawit yang tumbuh subur di zona inti taman nasional.

Beberapa oknum pejabat desa dan pemilik modal mulai dipanggil. Dokumen palsu, sertifikat bayangan, dan praktik jual-beli lahan negara kini jadi barang bukti. “Kita tidak hanya menyalahkan petani kecil,” kata pejabat Kemenhut, “Tapi menelusuri aliran uang hingga ke puncaknya.”

Di beberapa titik bekas kebun, bibit jelutung, mahoni, dan jengkol ditanam kembali. Program reforestasi menggandeng masyarakat lokal yang dulu jadi bagian dari masalah, kini diajak menjadi bagian dari solusi. Anak-anak sekolah diajak menanam, ibu-ibu memasak untuk para petugas, dan hutan perlahan-lahan mulai bernapas lagi.

Tesso Nilo belum sepenuhnya pulih. Tapi di tengah abu pondok yang terbakar dan tanah gundul yang mulai hijau kembali, ada pesan yang menguat: bahwa jika negara benar-benar turun tangan, hutan bisa punya harapan. Bahwa di antara gajah dan harimau, pohon dan manusia, masih bisa ada keseimbangan—jika keserakahan kita berhenti.

Dan di Tesso Nilo, sebuah pelan tapi pasti: penegakan hukum tak lagi menjadi dongeng.

0 Komentar