RADARCIREBON.TV- Kementerian Pertanian (Kementan) dan Satuan Tugas Pangan Polri menemukan praktik pengoplosan beras. Diduga ada hubungannya dengan jaringan mafia pangan.
Hasilnya menunjukkan praktik penipuan di mana beras berkualitas rendah dicampur dengan kemasan premium, lalu dijual dengan harga tinggi.
Berikut fakta-fakta mafia beras oplosan:
212 Merek Beras Oplosan
Kementan menemukan bahwa 212 merek beras di sepuluh provinsi menjual beras oplosan dan tidak sesuai dengan standar. Penemuan ini didasarkan pada penyelidikan yang menilai kualitas dan harga beras yang dijual di pasar.
Baca Juga:10 Merek Beras Terkenal Ini Diduga Oplosan, Cek Apakah Beras Favoritmu Termasuk!Apa Itu Sekolah Rakyat yang Resmi Beroperasi Hari Ini? Yuk Cek Informasinya di Sini!
Investigasi dilakukan pada periode 6 hingga 23 Juni 2025 ini mencakup 268 sampel beras dari 212 merek yang tersebar di 10 provinsi.
Beras premium dan medium dimasukkan dalam sampel ini, dengan perhatian utama pada faktor-faktor mutu seperti kadar air, persentase beras kepala, butir patah, dan derajat sosoh.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 85,56% beras premium yang diuji tidak memenuhi standar mutu yang ditetapkan.
Meskipun demikian, dalam hal beras medium, 88,24% dari sampel yang diuji tidak memenuhi standar mutu SNI. Selain itu, 95,12% sampel beras medium ditemukan dijual dengan harga yang melebihi HET, dan 9,38% sampel menunjukkan selisih berat yang lebih rendah dari informasi yang tercantum pada kemasan.
Kita melihat ketidaksesuaian mutu beras premium 85,56%, ketidaksesuaian HET 59,78%, dan ketidaksesuaian berat (tidak sesuai) 21,66%. Dalam konferensi pers yang diadakan di Kantor Kementan pada hari Kamis (26/6/), Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengatakan, “Kami menggunakan tiga belas lab di seluruh Indonesia karena kami tidak ingin salah karena ini sangat sensitif.”
Rugikan Konsumen Rp99 T
Berdasarkan perhitungan Kementan, kerugian yang bisa dialami oleh konsumen beras premium diperkirakan mencapai Rp34,21 triliun per tahun, sementara konsumen beras medium berpotensi merugi hingga Rp65,14 triliun.
“Jadi ini potensi kerugian konsumen sekitar Rp99 triliun. Inilah hasil tim bersama turun ke lapangan dan kita akan verifikasi ulang, nanti satgas bergerak mengecek langsung di lapangan. Ada mutunya tidak sesuai, harganya tidak sesuai, beratnya tidak sesuai, ini sangat merugikan konsumen,” ujar Amran.
Baca Juga:Berita Mengejutkan: Kang Seo Ha Meninggal Dunia di Usia 31 Tahun Akibat KankerWajib Tahu! Inilah Persyaratan Penting untuk Mendaftar Beasiswa Unggulan 2025
Beras Oplosan Guyur Pasar Saat Panen Raya
Amran menyatakan bahwa beras yang dioplos termasuk beras yang termasuk dalam program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP). Dia mengatakan bahwa kios hanya menjual dua puluh persen dari beras SPHP yang dimilikinya, dan tujuh puluh persen sisanya dioplos ke beras premium yang lebih mahal.
Amran menduga pengoplosan ini didukung oleh mafia beras.
“Yang dipajang adalah 20 persen, yang 80 persen dioplos. Oplos jadi premium, naik Rp2.000. Kalau 1,4 juta x 80 itu 1 juta ton, 1 juta ton x Rp2.000, Rp2 triliun kerugian negara per tahun,” ungkap Amran.
Selain itu, ada pihak yang tetap mendistribusikan SPHP di tengah musim panen raya. Padahal, bantuan SPHP resmi diberhentikan sementara sepanjang periode panen raya beberapa waktu lalu.
“Ini tidak boleh terjadi. Panen raya, kemudian diguyur SPHP, di Cipinang lagi. Lagi puncaknya 50 ribu ton per hari, stok, tiba-tiba diguyur SPHP,” ungkapnya.
Satgas Pangan Periksa 4 Produsen
Satgas Pangan Polri memeriksa empat produsen beras terkait dugaan pelanggaran mutu dan takaran di Bareskrim Polri, Kamis (10/7).
Empat produsen yang diperiksa adalah Wilmar Group (WG), yang bertanggung jawab atas produk Sania, Sovia, dan Fortune. Kedua, PT Food Station Tjipinang Jaya (FSTJ), yang bertanggung jawab atas produk dengan merek merk Alfamidi Setra Pulen, Beras Premium Setra Ramos, Beras Pulen Wangi, Food Station, Ramos Premium, Setra Pulen, dan Setra Ramos.
Ketiga, PT Belitang Panen Raya (BPR) dengan produk Raja Platinum, dan Raja Ultima. Terakhir, PT Sentosa Utama Lestari/Japfa Group (SUL/JG).
Produsen Buka Suara
Produsen buka suara terkait produk oplosan mafia beras temuan Satgas Pangan Polri.
PT Santosa Utama Lestari (SUL), anak perusahaan PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk, menyatakan bahwa dalam menjalankan operasional bisnisnya, pihaknya memastikan bahwa seluruh proses produksi dan distribusi beras dilakukan sesuai dengan standar mutu dan peraturan yang berlaku.
“Pengawasan internal kami dilakukan secara berkala dan ketat, termasuk dalam aspek takaran, kebersihan, serta pelabelan produk,” klaim Kepala divisi unit berat PT SUL Carmen Carlo Ongko lewat keterangan tertulis, Sabtu (12/7).
Kendati demikian, menurut Carmen, PT SUL belum menerima hasil akhir dari proses pemeriksaan yang berlangsung.
“PT SUL tetap terbuka terhadap evaluasi dan tetap secara rutin melakukan langkah perbaikan,” tambahnya.
Kementan Bakal Umumkan 212 Merek Beras Oplosan
Amran mengatakan pihaknya akan segera mengumumkan merek-merek beras oplosan secara bertahap.
“Kepada seluruh saudara, nanti mudah-mudahan ini kami munculkan secara bertahap yang diperiksa. Kami munculkan merek yang tidak sesuai standar,” ujar Amran kepada pemimpin media, Sabtu (12/7).
Amran mengatakan ratusan merek beras tersebut telah diserahkan kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Satgas Pangan, dan Jaksa Agung ST Burhanuddin untuk diproses lebih lanjut. Ia berharap penanganan bisa berjalan cepat.
Ia juga meminta masyarakat untuk memperhatikan merek-merek yang akan diumumkan di media. Tujuannya agar konsumen tidak tertipu saat membeli beras di pasaran.
“Mohon kepada pembeli perhatikan merek yang dimunculkan di media. Itu nanti kami munculkan secara bertahap. Kami harap ini diketahui seluruh masyarakat Indonesia supaya tidak tertipu dengan mereknya,” ujar Amran.