2. Kebijakan Lima Hari Sekolah (SE Disdik Jabar No. 58/PK.03/Disdik)
Kebijakan ini berdampak pada berkurangnya waktu siswa untuk mengikuti kegiatan Madrasah Diniyah di sore hari, yang merupakan elemen krusial dalam pembentukan karakter keagamaan mereka.
3. Penambahan Rombel hingga 50 Siswa (Keputusan Gubernur No. 463.1/KEP.323-DISDIK/2025)
Kebijakan ini dinilai menurunkan mutu pembelajaran dan mengancam kelangsungan sekolah swasta karena tak mampu bersaing secara kuantitatif.
4. Ketimpangan Bantuan BPMU (Pergub Jabar No. 58 Tahun 2022)
Peserta halaqah menilai adanya ketidakadilan karena sekolah swasta kerap tidak mendapat porsi yang setara dengan sekolah negeri. Padahal, Putusan MK No. 3/PUU-XXII/2024 dan UU No. 20 Tahun 2003 menegaskan asas kesetaraan.
Baca Juga:Jens Raven Bakal Jumpa Fergus Tierney? Cek Prediksi Susunan Pemain Indonesia vs Malaysia U 23 Malam IniUsai Dapatkan Bryan Mbeumo, Manchester United Siap Amankan Javi Guerra dari Valencia
5. Penyerahan Ijazah Gratis (SE Gubernur No. 3597/PK.03.04.04/SEKRE & SE Disdik No. 100.3.4.4/2879/DISDIK/2024)
kebijakan ini dianggap tidak selaras dengan nilai-nilai kearifan lokal. Para peserta halaqah mengusulkan agar perumusan kebijakan publik dilakukan melalui dialog bersama yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan.
Dalam kesempatan itu, Kombes Pol (Purn) Dr. H. Juhana Zulfan, MM, Selaku Ketua Makom Albab dan juga Wakil Ketua DPRD Kabupaten Majalengka dari Fraksi PKB, menyampaikan bahwa suara kolektif pesantren ini perlu didengar dan ditindaklanjuti oleh pemerintah provinsi.
Demi terciptanya sistem pendidikan yang adil dan bermartabat di Jawa Barat, Juhana menyatakan bahwa DPRD Majalengka siap menjembatani dialog kebijakan antara pemerintah dan para pemangku kepentingan.
Seirama dengan itu, KH Marzuki Ahal menyatakan bahwa maklumat ini disusun untuk kepentingan bersama serta sebagai upaya memperjuangkan sistem pendidikan yang selaras dengan nilai-nilai moral dan spiritual.
“Pendidikan bukan hanya tentang angka, tapi juga tentang adab dan akhlak. Kami hanya ingin kebijakan yang tidak meninggalkan warisan para ulama pendiri pesantren,” ujarnya.
Halakoh berakhir dengan ajakan kepada semua pihak, khususnya legislatif, eksekutif, dan kalangan akademisi, untuk bersikap arif dalam merespons kebijakan yang berkaitan dengan masa depan pendidikan keagamaan.