RADARCIREBON.TV – Dalam hidup, kita semua seperti mozaik, tersusun dari keping-keping masa lalu, luka, dan pelajaran. Persija Jakarta pun demikian. Klub yang telah melewati zaman keemasan dan keterpurukan, kini kembali menyusun kepingan baru untuk musim 2025/2026. Dan dari Brasil, datang satu potongan yang berbeda: Emaxwell Souza de Lima.
Ia tak datang dengan kemewahan nama besar atau bintang lima di statistik digital. Tapi seperti batu kali yang mengasah dirinya lewat derasnya arus, Maxwell datang dengan bentuk utuh: tajam, siap digunakan, dan tahan banting. Ia telah mencicipi kerasnya sepak bola Brasil, bukan hanya di stadion megah, tapi di lapangan-lapangan yang dipenuhi mimpi dan debu.
Nama-nama klub dalam kariernya terdengar seperti perhentian hidup. CRB, Red Bull Brasil, Kalmar FF, hingga Chapecoense dan Remo. Semua itu bukan sekadar CV, tapi bab dalam novel yang terus ditulis oleh kerja keras. Ia pernah merantau jauh ke Swedia, jauh dari bahasa ibu dan matahari tropis, hanya untuk belajar satu hal: konsistensi adalah mata uang paling mahal dalam sepak bola modern.
Baca Juga:Persija Tambah Lagi Pemain Brasil! Giliran Maxwell de Lima Gabung Macan KemayoranBenteng Rp 32,6 Miliar! Lini Belakang Persija Siap Bikin Lawan Pusing!
Kini, ia datang ke Jakarta. Bukan sebagai pelarian, tapi sebagai pejuang. Persija memberinya peran penting: menjadi sayap yang tak hanya berlari, tapi menciptakan. Menjadi percikan energi di lini serang. Dalam sistem permainan yang makin terukur lewat data dan analitik, Maxwell datang membawa lebih dari angka. Ia datang dengan naluri, intuisi, dan kepercayaan pada kerja.
“Saya 100 persen siap menghadapi tantangan bersama Persija. Saya datang untuk memperjuangkan gelar,” katanya. Bukan retorika kosong. Ini suara dari seseorang yang pernah kalah, tapi tidak menyerah. Dari seseorang yang tahu bahwa dalam hidup, tak semua kemenangan datang dalam bentuk piala. Kadang, kemenangan adalah bertahan. Kadang, kemenangan adalah berani pindah negara, lagi dan lagi, untuk terus bermain bola.
Tapi bukan hanya pelatih dan rekan yang ingin ia yakinkan. Ada satu kekuatan yang ingin ia taklukkan: Jakmania. Basis suporter yang bukan hanya menonton, tapi menagih. Mereka tidak butuh drama. Mereka butuh pengorbanan. Dan Maxwell tahu itu. “Saya akan mengorbankan nyawa saya demi jersey ini.” Sumpah yang tak semua pemain berani ucapkan, apalagi kepada publik sekeras Jakarta.