RADARCIREBON.TV – Tak hanya kalangan ekonom, pelaku usaha juga dibuat terkejut oleh angka pertumbuhan ekonomi Indonesia yang mencapai 5,12 persen di kuartal II 2025. Menurut Ajib Hamdani, analis kebijakan dari Apindo (Asosiasi Pengusaha Indonesia), capaian ini justru terkesan paradoksal karena terjadi di tengah melemahnya daya beli masyarakat.
Ajib menyoroti bahwa biasanya pertumbuhan ekonomi kuartal II cenderung lebih rendah dibanding kuartal I, yang terdongkrak oleh belanja Lebaran. Namun, tahun ini berbeda. Bahkan PMI Manufaktur Indonesia menunjukkan kontraksi selama periode April–Juni 2025, memperkuat sinyal lemahnya aktivitas ekonomi. Fenomena sosial seperti rojali (rombongan jarang beli) dan rohana (rombongan hanya nanya-nanya) di pusat perbelanjaan menjadi gambaran nyata menurunnya konsumsi.
Meski begitu, dunia usaha tetap optimistis. Ajib meyakini bahwa secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi 2025 masih bisa mencapai target pemerintah. Untuk menjaga keberlanjutan, Apindo mendorong penguatan daya beli melalui penciptaan lapangan kerja, serta meminta agar semua kebijakan kementerian dan lembaga difokuskan pada upaya peningkatan penyerapan tenaga kerja.
Baca Juga:Media Asing Soroti Kenaikan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 5,12 Persen di Kuartal II 2025Ekonomi Indonesia Tumbuh 5,12 Persen di Kuartal II 2025, Apa Penyebabnya?
Laporan BPS Tentang Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Meski BPS melaporkan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,12 persen pada kuartal II 2025, sejumlah kalangan menanggapi data ini dengan skeptis. Sebab, berbagai indikator ekonomi kunci justru menunjukkan pelemahan selama periode tersebut. Salah satunya adalah realisasi PPN dan PPnBM yang anjlok hingga 19,7 persen secara tahunan di semester I 2025. Sebagai pajak konsumsi, penurunan ini mencerminkan adanya perlambatan dalam belanja masyarakat.
Ekonom senior Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, menilai bahwa angka penerimaan pajak adalah data riil yang menunjukkan kondisi sesungguhnya, berbeda dengan angka PDB yang bisa bersifat estimasi. Pesimisme konsumen juga tergambar lewat turunnya Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) dari 121,1 pada Maret menjadi 117,8 pada Juni 2025.
Sementara BPS melaporkan sektor industri pengolahan tumbuh 5,68 persen, data dari S&P Global menunjukkan hal sebaliknya. PMI manufaktur Indonesia berada di zona kontraksi selama tiga bulan berturut-turut: April (46,7), Mei (47,4), dan Juni (46,9). Selain itu, pertumbuhan kredit modal kerja hanya 4,45 persen secara tahunan di Juni 2025. jauh di bawah angka tahun lalu. Menurut Bhima Yudhistira dari Celios, situasi ini mencerminkan tren efisiensi di sektor industri, termasuk PHK massal di sektor padat karya serta penutupan sementara smelter nikel.