RADARCIREBON.TV – Udine, Italia, bersiap jadi arena baku hantam sepakbola Eropa. Stadion Friuli, biasanya tenang dengan aroma espresso dan angin Alpen, kali ini akan menjadi ladang pertempuran dua kubu berbeda kasta: Tottenham Hotspur, sang juara Liga Eropa dengan wajah-wajah muda penuh ambisi, melawan Paris Saint-Germain, sang kolektor bintang mahal yang baru saja mengangkat trofi Liga Champions.
Di atas kertas, ini duel “hidup mati” berebut supremasi Eropa. Tottenham datang dengan reputasi Inggris yang keras kepala, PSG datang dengan kemewahan dan ego sebesar harga satu gaji pemainnya. Jika Tottenham adalah anak jalanan London yang lihai main bola di gang sempit, maka PSG adalah bangsawan Paris yang terbiasa dihidangkan piring emas, dua dunia yang siap bertabrakan.
Catatan sejarah baru-baru ini tidak berpihak pada Les Parisiens. Chelsea, sesama tim Inggris, pernah mempermalukan mereka dengan skor telak. Dan kini, Tottenham yang filosofi sepakbolanya tak jauh beda dari Chelsea datang membawa ancaman serupa. Luis Enrique boleh saja berkoar bahwa PSG sudah “lebih matang”, tapi sejarah tidak pernah lupa bagaimana timnya bisa tersandung di hadapan klub Inggris.
Baca Juga:BOCOR! Donnarumma Dicoret PSG, Manchester United Siap Sambar!Bencana! Newcastle Hadapi Krisis Pra-musim! Lawan Tottenham Tanpa Isak, Newcastle Terancam Tersungkur Lagi!
Satu bumbu paling panas di final ini adalah absennya Gianluigi Donnarumma. Kiper yang membawa PSG juara Liga Champions sekaligus meraih Treble Winner musim lalu itu dicoret oleh Luis Enrique dari rencana tim. Alasannya? “Tidak sesuai visi ke depan.” Terjemahannya: terima kasih, tapi silakan keluar. Ironisnya, laga ini digelar di tanah kelahirannya, Italia. Bagi publik Italia, ini seperti undangan makan malam yang disajikan dengan menu pengkhianatan.
PSG masih jadi favorit dengan skuad yang hampir sempurna: Marquinhos di jantung pertahanan, Hakimi dan Mendes yang bisa menyerang dari sayap, hingga lini depan mematikan berisi Dembele, D Doue, dan Kvaratzkhelia. Masalahnya cuma satu: kiper baru mereka, Matvey Safonov, belum teruji di level sekeras ini. Lawan seperti Tottenham akan mencium darah di situasi seperti itu.
Tottenham sendiri akan bertumpu pada Vicario di bawah mistar, barisan bek solid Van de Ven dan Romero, serta serangan yang mengandalkan Kudus, Johnson, dan Richarlison. Mereka mungkin tidak punya label “superstar” seperti PSG, tapi terkadang tekad dan keberanian mengalahkan harga pasar.