Cara Desa Jaga Api Perjuangan,Dulu Berjuang Angkat Senjata, Sekarang Berjuang Lawan Pembodohan Dan Kemiskinan

Karnaval
Desa punya cara sendiri merayakan kemerdekaan Foto: radarcirebon.tv
0 Komentar

Pesan itu sederhana, namun kuat. Perbedaan memang kerap menjadi bahan perdebatan di ruang-ruang rapat megah, tapi di jalanan desa Bakung Kidul, perbedaan justru menjadi harmoni. Tanpa perlu banyak teori, masyarakat desa telah mempraktikkannya.

Warga pun merasakan hal yang sama. Sofyan salah satu peserta karnaval, mengaku bangga. “Kami memang tidak ikut upacara di alun-alun, tapi kami bisa merayakan dengan cara kami sendiri. Anak-anak belajar tentang perjuangan, dan kami merasa lebih kompak,” ujarnya.

Karnaval ini bukan hanya hiburan, tapi juga ajang kebersamaan. Ada kelompok yang menampilkan tema lingkungan, mengingatkan bahwa perjuangan hari ini juga melawan sampah dan kerusakan alam. Ada rombongan petani dengan hasil bumi, menegaskan bahwa ketahanan pangan adalah senjata masa depan. Semua pesan itu mengalir tanpa dipaksakan, seakan lahir dari kesadaran bersama.

Baca Juga:Bambang Mujiarto: Qurban Idul Adha dan Semangat Gotong Royong Bung Karno yang Terus HidupSebut Petani Pahlawan Pangan: Bambang Dorong Optimalisasi Perlindungan dan Pemberdayaan Petani

Menjelang siang, karnaval ditutup dengan doa bersama. Semua kepala tertunduk, dari anak kecil hingga tokoh masyarakat. Doa itu sederhana, tapi kuat: semoga bangsa ini tetap rukun, desa tetap maju, dan anak-anak bisa tumbuh menjadi generasi yang lebih baik.

Hari itu, Desa Bakung Kidul memberi pelajaran yang tak perlu ditulis dalam buku tebal: kemerdekaan bukan monopoli upacara formal di kota besar. Kemerdekaan juga milik rakyat desa, yang merayakannya dengan cara sendiri lebih sederhana, lebih jujur, dan seringkali lebih hangat.

Karena ternyata, api perjuangan tidak hanya menyala di podium megah. Ia juga berkobar di jalan desa, lewat tawa anak-anak, langkah arak-arakan, dan semangat gotong royong yang tidak pernah padam.

0 Komentar