Persijap sendiri pantas dapat pujian. Mereka bermain tanpa beban, penuh semangat, dan tak segan meladeni duel fisik. Mentalitas inilah yang akhirnya jadi pembeda. Sementara Persib, yang datang dengan nama besar, justru jatuh di atas kesombongan sendiri. Sepakbola memang kejam: yang malas berpikir akan dihukum, yang terlalu nyaman akan ditampar.
Kini, pekerjaan rumah Maung Bandung menumpuk. Evaluasi bukan lagi sekadar jargon, melainkan kebutuhan mendesak. Tanpa perubahan pola main dan mental juara yang nyata, Persib hanya akan jadi tim besar dengan sejarah panjang, tapi minim masa depan. Dan Bobotoh, yang selalu setia, tentu berhak marah ketika klub kebanggaannya tampil seperti kesebelasan amatir yang hanya mengandalkan keberuntungan.
Singkatnya, malam di Jepara memberi satu pesan keras: trofi musim lalu tidak ada gunanya kalau musim ini hanya jadi bahan nostalgia. Persib harus bangun, atau siap-siap ditinggalkan oleh rival bebuyutannya yang sudah melaju lebih dulu.