Sikap semacam ini, menurut Sutton, bukan hanya merusak citra pribadi pemain, tapi juga meredupkan profesionalisme yang harus tetap dijunjung dalam sepak bola.
Dalam pernyataannya, ia tampak menekankan bahwa karier seorang pemain seharusnya membangun warisan, bukan membumbui kontroversi yang hanya menguntungkan pihak tertentu, sementara reputasi jangka panjang justru tergerus.
Ketidakpastian Itulah yang Jadi Fokus
Kedua legenda sepak bola Inggris ini sepakat, apa yang terjadi selanjutnya bagi Isak dan Wissa benar-benar tidak bisa diduga. Bursa telah ditutup, kontrak telah ditandatangani, namun kritik dan simpati publik justru meningkat.
Baca Juga:Berikut Respon Manajer Liverpool Setelah Alexander Isak Resmi Gabung Ke LiverpoolDrama Alexander Isak Resmi Usai, Jadi Milik Liverpool,Rekor Transfer Inggris Pecah
Isak kini berada di Liverpool, klub dengan tuntutan tinggi dan ekspektasi juara. Wissa, pun demikian di Tottenham, dengan tekanan performa dan adaptasi lingkungan baru.
Keduanya memiliki masa depan gemilang di hadapan, namun bayangan keraguan dan sorotan sinis akan selalu membayang.
•Ambisi vs Etika Profesional
Kasus ini menggambarkan ketegangan antara ambisi pribadi dan tanggung jawab profesional. Di satu sisi, ambisi adalah bahan bakar pembawa pemain ke panggung tertinggi, tapi di sisi lain, cara mencapai itu semua dapat menyisakan jejak, baik positif maupun negatif.
Michael Owen dan Chris Sutton, dua figur yang pernah merasakan panasnya keputusan karier, menyoroti bahwa di luar gemerlap panggung dan uang, profesionalisme adalah mata uang paling mahal. Isak dan Wissa kini menghadapi babak baru, membuktikan bahwa mereka pantas di klub besar tanpa harus merusak nama baik.