Solusi ini ibarat pura-pura damai. Dunia bisa tetap bersahabat dengan Beijing tanpa menyingkirkan atlet Taiwan. Tapi bagi orang Taiwan, itu terasa seperti dipaksa menyamar setiap kali keluar rumah. Identitas nasional ditutupi demi kenyamanan politik negara besar.
Bayangkan: negara dengan ekonomi triliunan dolar, pusat industri semikonduktor dunia, bahkan jadi tulang punggung teknologi global, tapi di kancah olahraga internasional masih harus pakai nama samaran. Ironis? Sudah pasti. Tapi itulah politik global: siapa yang kuat, dia yang menentukan.
Indonesia vs Chinese Taipei: Lebih dari Sekadar Skor. Kembali ke lapangan malam ini. Timnas Indonesia akan menghadapi Chinese Taipei. Dari segi sepak bola, Indonesia jelas lebih unggul. Ranking FIFA saja bedanya seperti langit dan bumi. Indonesia kini sudah menata skuad dengan pemain-pemain keturunan Eropa, latihan modern, dan kompetisi yang mulai menggeliat. Sementara Chinese Taipei, meski berstatus “macan teknologi dunia”, di lapangan hijau tetap jadi tim semenjana.
Baca Juga:Timnas Indonesia Vs China Taipei: Menanti Debut Adrian Wibowo, Anak Surabaya yang Jadi Sayap di AmerikaCara Nonton, Jadwal Kick Off, Prediksi, Susunan Pemain Indonesia Vs China Taipei
Namun, jangan salah. Setiap kali Chinese Taipei turun bertanding, ada simbol perlawanan yang ikut mereka bawa: eksistensi. Mereka hadir di lapangan bukan cuma untuk mencetak gol, tapi untuk berkata ke dunia, “Kami ada.” Meskipun papan skor nanti mungkin berpihak ke Indonesia, eksistensi mereka di panggung internasional adalah kemenangan politik tersendiri.
Sarkasme di Balik Nama. Lucunya, nama “Chinese Taipei” sendiri sering membuat publik bingung. Banyak orang awam mengira itu semacam provinsi kecil di bawah China. Padahal sejatinya, itu Taiwan. Negara dengan paspor, mata uang, dan pemerintahan sendiri. Tapi, karena sensitivitas politik, nama itu dipertahankan.
Ironi semakin kental saat menyadari bahwa mayoritas penduduk Taiwan kini justru tak lagi merasa sebagai “orang China”, melainkan “orang Taiwan”. Identitas mereka berkembang, berbeda dari leluhur daratan. Tapi dunia masih memaksa mereka menempelkan label “Chinese” di depan nama negaranya.
Seolah-olah, ketika pemain Chinese Taipei masuk lapangan, mereka seperti seorang tamu undangan pesta mewah yang dipaksa pakai kartu nama palsu supaya tuan rumah tidak marah.