Gajinya di LAFC hanya sekitar Rp 18,9 juta per minggu. Lagi-lagi, angka yang tak membuat mata melotot. Tapi yang membuat bangsa ini melotot justru keberaniannya. Ia memilih Indonesia, ketika pintu Amerika Serikat masih terbuka lebar. Itu harga yang tak bisa ditukar dengan dolar atau euro.
Adrian baru 19 tahun. Jalan masih panjang, lika-liku masih menanti. Akan ada kritik, akan ada cemooh, mungkin juga cibiran dari mereka yang merasa lebih “asli” Indonesia. Tapi mari jujur: bukankah sepak bola kita membutuhkan darah segar seperti dia? Bukankah lebih baik menaruh harapan pada seorang pemuda diaspora yang benar-benar bekerja keras, ketimbang menutup mata pada talenta yang tenggelam.
Malam ini, Adrian Wibowo berdiri di tengah lapangan, dengan tatapan penuh harapan. Bagi dirinya, ini hanyalah awal. Bagi Indonesia, ini bisa jadi pengingat bahwa sepak bola bukan sekadar bisnis, bukan sekadar permainan 11 lawan 11. Ini tentang darah, tentang warisan, tentang menghubungkan yang jauh dengan yang dekat.
Baca Juga:Cara Nonton, Jadwal Kick Off, Prediksi, Susunan Pemain Indonesia Vs China TaipeiArgentina Menang, Messi Malah Menangis, Ada Apa?
Dan ketika wasit meniup peluit akhir, mungkin hanya ada satu kalimat yang pantas: selamat datang pulang, anak Surabaya dari Los Angeles.