Teknologi ini memang efisien, tapi juga menyedihkan. Bayangkan, busana adat yang dulu disakralkan kini bisa jadi sekadar filter digital. Mungkin suatu saat, orang tak lagi merasa perlu membeli batik asli atau menyewa fotografer, karena semua bisa disulap dengan prompt.
Namun begitulah dunia digital. Keaslian makin tak relevan, yang penting adalah hasil visual yang “layak posting”. Dan di tengah derasnya arus AI, barangkali yang tersisa hanyalah pertanyaan getir: apakah kita sedang melestarikan budaya, atau sekadar mendandani algoritma dengan kostum tradisi?