Pada menit ke-66, Madrid mendapat penalti. Alih-alih menghantam keras atau mengincar sudut, Mbappé memilih panenka. Dengan santai ia mengangkat bola, kiper sudah salah arah, dan bola masuk dengan perlahan. Itu bukan sekadar penalti; itu adalah pernyataan dominasi mental. Mbappé seakan berkata: “Kami begitu jauh di atas kalian hingga saya bisa bermain-main di sini.”
Dua menit berselang, Mbappé kembali menusuk. Kali ini lewat aksi solo run yang mengiris jantung pertahanan Levante. Ia menerima umpan panjang, menyalip dua bek, dan dengan dingin melewati kiper. Gol kedua Mbappé bukan hanya memperbesar skor menjadi 4-1, melainkan menutup pertandingan dengan cap tanda tangan Real Madrid: kemenangan yang indah dan penuh aksi.
Hasil ini menegaskan sesuatu yang lebih dalam: Real Madrid memiliki DNA sepakbola yang berbeda dari klub lain. Bagi mereka, menang saja tidak cukup. Mereka harus menang dengan cara yang menyakitkan bagi lawan, dengan gol-gol yang menjadi sorotan, dengan aksi-aksi yang menjadi highlight global.
Baca Juga:Gaspol! Real Madrid Sapu Bersih 6 Kemenangan Awal LaLiga 2025/2026Vinicius Tak Dapat Kenaikan Gaji, Real Madrid Tetap pada Keputusan Awal
Levante boleh saja mencuri satu gol lewat Eta Eyong di menit ke-54, tetapi selebihnya mereka hanya jadi korban. Gol itu tidak lebih dari bunga kecil di antara badai yang menggulung. Madrid begitu dominan hingga lawan hanya bisa berharap agar pesta berhenti lebih cepat.
Dengan enam kemenangan beruntun, 18 poin sempurna, dan puncak klasemen yang semakin kokoh, Madrid mengirim pesan keras: mereka tidak sekadar mengejar trofi, mereka mengejar supremasi estetika.
Barcelona yang berada di posisi kedua dengan 13 poin mungkin masih mencoba mengejar, tetapi melihat cara Madrid menang, ada jurang yang terasa lebih besar dari sekadar lima poin. Jurang itu adalah kualitas dan gaya. Di saat Barcelona masih sering bermain lama dengan bola, Real Madrid menggabungkan efektivitas dengan pertunjukan.
Kredit besar patut diberikan kepada Xabi Alonso. Sang pelatih muda ini tidak hanya membawa Madrid menang, tetapi mengembalikan semangat klasik: sepakbola indah yang efektif. Ia memberi ruang bagi Vinícius untuk bebas berkreasi, memberi kepercayaan pada Mastantuono, dan menempatkan Mbappé di posisi ideal untuk jadi eksekutor pamungkas.