Hari Galau Nasional, Indonesia Kalah Dari Irak 0-1, Mimpi Ke Piala Dunia Resmi Dikubur!

Indonesia vs Irak
Timnas Indonesia gagal melaju ke putaran Final Piala Dunia 2026 Foto: Timnas Indonesia
0 Komentar

RADARCIREBON.TV – Malam itu seharusnya jadi malam keajaiban. Malam di mana 283 juta jiwa menahan napas, berharap sejarah ditulis dengan tinta emas. Tapi nyatanya, tinta itu justru tumpah, mewarnai seluruh negeri dengan warna duka.

Indonesia kalah. Lagi. Skor 0-1 dari Irak di Jeddah, dini hari tadi, bukan sekadar angka. Ia adalah epitaf di batu nisan mimpi yang telah lama disemai: mimpi melihat Merah Putih berkibar di panggung Piala Dunia 2026.

Ya, mimpi itu kini terkubur hidup-hidup. Dan pelayannya, adalah Irak, tim yang malam itu tampil seperti algojo, dingin, rapi, dan tak punya belas kasihan.

Baca Juga:Melawan Takdir : 5 Pertemuan Indonesia Vs Irak, Indonesia Tak Pernah Menang, Saatnya Ukir Sejarah BaruAjang Balas Dendam : Graham Arnold Pelatih Irak yang Dulu Pernah Dibuat Frustasi Timnas Indonesia

Laga berjalan sengit. Indonesia sebenarnya tidak kalah dalam semangat. Dari peluit pertama, mereka menyerang dengan semua sisa tenaga, seolah tahu ini bukan sekadar pertandingan, ini perang terakhir di ujung harapan. Tapi seperti yang sering terjadi dalam hidup: niat baik tidak selalu menang dari nasib buruk.

Irak bermain cerdas, efisien, dan mematikan. Satu kesalahan kecil di menit ke-76 cukup untuk membuat seluruh negeri menunduk.

Z. Iqbal menembak dari sisi kiri bawah, dan bola itu meluncur mulus ke jala Martin Paes. Sunyi sejenak. Lalu, seperti biasa, ruang tamu, warung kopi, hingga timeline media sosial kita berubah jadi lautan kata: kecewa, sedih, marah, pasrah. Yang paling ironis, secara statistik Indonesia justru unggul.

Iya, unggul, di atas kertas. Penguasaan bola 56 persen, operan lebih banyak, peluang lebih banyak. Tapi sepak bola bukan matematika. Tidak ada trofi untuk statistik. Tak ada tiket Piala Dunia untuk penguasaan bola. Hanya ada hasil akhir, dan hasilnya pahit.

Saking kerasnya laga, enam kartu kuning untuk Indonesia melayang, dua untuk Irak, dan satu kartu merah di menit 90+9 bagi Z. Tahseen. Tapi apa gunanya semua itu ketika peluit panjang berbunyi dan papan skor tetap menunjukkan: Indonesia 0, Irak 1.

Tambahan waktu sebelas menit pun seperti sekadar formalitas. Waktu berjalan, harapan menipis, dan akhirnya padam.

“Sudah jadi bubur,” kata pepatah lama. Tapi malam ini bubur itu terasa hambar, bahkan asin oleh air mata.

0 Komentar